Opini

Glorifikasi Ramadhan

Rabu, 22 Maret 2023 | 12:45 WIB

Glorifikasi Ramadhan

Hadi Susiono Panduk. (Foto: Dokumen Pribadi)

Siklus tahunan Ramadhan telah datang. Natijah Ramadhan dari tahun ke ‎tahun harus mengindikasikan tren kesalehan pribadi yang bersifat bullish ‎bukan bearish. Pancarannya bisa terlihat dalam rutinitas keseharian. ‎Ramadhan lahir sebagai bulan kawah candradimuka di mana seorang ‎pengiman ditempa bagaikan besi superpanas yang hendak dibuat perkakas, ‎bejana atau sebuah pusaka. Predikat maraton akhir Ramadhan adalah ‎melekatnya takwa. Sebuah sematan bergengsi bagi seorang pengiman sejati.‎


Hal ini sejurus dengan Firman Allah dalam QS Al-Baqarah, ayat: 183, “Wahai ‎orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana ‎diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Ketakwaan ‎seorang hamba semestinya selalu built in, di mana dan kapan saja. Takwa ‎sejatinya menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan meninggalkan apa ‎yang dilarang oleh-Nya. Terkesan sederhana, namun jika di-break down, ia ‎adalah laku spiritual penuh heroik seorang mukmin. Allah memerintahkan ‎orang mukmin agar bertakwa dengan sejatinya dan bersama dengan orang-‎orang yang benar demi sebuah predikat paling mulia (QS Al-Hujurat: 13). ‎Firman Allah tersebut menggambarkan, bahwa orang mukmin lebih dekat ‎dengan ketakwaan kepada Allah. Mukmin artinya orang yang mengimani akan ‎eksistensi Allah. ‎


Glorifikasi datangnya bulan penuh rahmat dan ampunan oleh seorang mukmin ‎harus disikapi sebagai penghormatan dan penghidmatan dalam menjalankan ‎segala rangkaian ibadah sebagai laku suluk penghambaan kepada Allah SWT. ‎Antusiasme dalam menjalankan puasa Ramadhan dan ibadah-ibadah lainnya, ‎harus dikukuhkan dalam hati sanubari. Pawai syiar tarhib Ramadhan adalah ‎bentuk ritual suka cita dalam maenyambut datangnya bulan suci Ramadhan. ‎Pendek kata, glorifikasi Ramadhan dilakukan agar seseorang mencapai derajat ‎manusia yang bertakwa. Manusia yang bertakwa akan menjadi manusia yang ‎paling mulia.‎


Manusia paling mulia versi Allah SWT sangat jelas disebutkan dalam Al-‎Qur’an, adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-‎malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, serta memberikan harta yang dicintainya ‎kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam ‎perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, ‎yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati ‎janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, ‎dan masa peperangan (QS Al-Baqarah:177). Sujurus kandungan surat ‎tersebut, Surat Al-Anbiya 48-49, menceritakan orang-orang yang beriman ‎yakni mereka yang takut akan azab Tuhan-Nya, dan takut akan (datangnya) ‎hari kiamat. ‎


Penanda lain dari seorang yang bertakwa, adalah mereka yang membawa ‎kebenaran (Muhammad) dan orang-orang yang membenarkannya, seperti ‎dikutip Surat Az-Zumar ayat 33. Kandungan Surat Al-Lail 17-20, identik ‎dengan Surat Al-Baqarah di atas, yakni orang yang menginfakkan hartanya (di ‎jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun ‎memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia ‎memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya.‎


Panduan menjadi muttaqin (hamba yang bertakwa) telah diberikan oleh Allah ‎Jalla Jalaluhu. Semoga kita menjadi manusia paling bertakwa kepada Allah ‎melalui glorifikasi titik nol Ramadhan. Insyaallah!‎

Wallahu ‘Alamu Bisshawab
    
Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah MWC NU Bayah dan ‎Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Lulusan Pondok Pesantren Al-Khoirot, ‎Sabilillah Kudus dan Universitas Diponegoro Semarang