• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

Lirboyo dan Geliat Kajian Hadits; Catatan Singkat Ngaji Tabarukan

Lirboyo dan Geliat Kajian Hadits; Catatan Singkat Ngaji Tabarukan
Pintu gerbang Pondok Pesantren Lirboyo. (Foto: NOJ)
Pintu gerbang Pondok Pesantren Lirboyo. (Foto: NOJ)

SAAT kali pertama masuk perpustakaan Lirboyo, kami tertegun. Melihat sederet kitab hadits dan syarahnya. Komplet. Terlebih syarah Shahih al-Bukhari dan Muslim. Mulai dari Syarah Ibni Bathal karya Imam Ibnu Bathal (449 H), Fath al-Bari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H), 'Umdah al-Qari' karya Imam Badruddin al-'Aini (855 H), al-Tausyih karya Imam al-Suyuthi (911 H), Irsyad al-Sari karya Imam al-Qasthalani (923 H), dan lainnya.

Ada satu kitab syarah Shahih Muslim, 26 jilid. Baru kali ini, kami memegangnya. Lebih dulu mengenal nama dan pengarangnya. Tepatnya adalah kitab al-Kaukab al-Wahhaj Karya Syaikh Amin bin Abdullah al-Harari (2019). Dalam hati bergumam, ternyata Perpus Lirboyo sudah punya duluan dibanding perpus lain. Selain itu, referensi kitab ilmu hadis juga berderet. Mulai dari syarah al-Mandhumah al-Baiquniyyah, Tadrib al-Rawi, Manhaj Dzawi al-Nadhar, Manhal al-Lathif, dan masih banyak lagi.

Hampir tiga jam melihat-lihat koleksi kitab hadits, ada 3 hal yang bergelanyut di benak. Pertama, potensi pesantren di Indonesia mendalami kajian hadits. Salah satunya Pesantren Lirboyo. Dilihat dari kurikulum dan koleksi kitab perpus, Lirboyo telah memiliki prasyarat yang memenuhi. Di kelas, secara berjenjang ilmu hadits dan hadits telah diajarkan. Terutama kitab dasar dan pengantar. Semisal kitab Al-Baquniyah, Bulugh al-Maram, dan lainnya. Modal dasar ini penting untuk tahap pendalaman berikutnya. Termasuk mengkaji syarah hadits berjilid-jilid di atas.

Kedua, Lirboyo telah memiliki tradisi kajian dan bahtsul masail yang kokoh. Tradisi penguasaan membaca, memahami, dan mendiskusikan sumber primer sangat penting. Selama ini, ushul fiqih, isthilahul fuqoha, dan fiqih telah menjadi garapan harian para santri. Dengan sedikit adapsi, bukan sesuatu yang mustahil jika objek kajiannya diperluas. Termasuk dalam bidang ilmu hadits, takhrij hadits, dirasah sanad, fiqhul hadits, dan lainnya. Sekali lagi, mengingat ilmu-ilmu dasarnya sudah diajarkan.

Ketiga, Lirboyo telah memiliki tradisi penulisan dan penerbitan. Tradisi ini adalah bagian integral dari kajian dan bahtsul masail di atas. Setiap tahun, Lirboyo dapat membukukan hasil-hasil kajian di atas secara baik. Bukan sesuatu yang sulit, jika kajian dan pendalaman hadits dapat dilakukan, maka buku ataupun karya terkait ilmu hadits dan hadits juga dapat diterbitkan.

Selain itu, dari historis genealogi keilmuan KH Abdul Karim (1856-1954), selaku muassis juga sangat terkait. Konon, beliau rela mondok di Tebuireng, karena mendengar kepakaran Hadratusyekh Hasyim Asy'ari (1871-1947) dalam bidang hadits. Meskipun usia Kiai Abdul Karim waktu itu sudah mendekati separo abad. Demi ilmu, usia tidak menjadi halangan berarti.

Lantas mungkinkah Lirboyo, dan juga pesantren lain di Indonesia bangkit untuk menyemarakkan kajian Sunah Rasulullah di Indonesia, bahkan dunia?

Sejarah akan menjawabnya.

*Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta


Opini Terbaru