Opini

Membebaskan Guru Indonesia dari Belenggu Administrasi

Kamis, 21 November 2024 | 05:38 WIB

Membebaskan Guru Indonesia dari Belenggu Administrasi

Pengajaran TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur'an) di Majelis Taklim Al-Mubaroq Jurang Mangu Barat RT/RW 01/02 No. 44 Kota Tangerang Selatan pada program Kegiatan Pengabdian Masyarakat (KPM) STAI Al Amanah Al-Gontory 2023, (5/12/2023) malam. (Foto: NUOB/Singgih Aji Purnomo)

Sistem pendidikan Indonesia menghadapi tantangan yang terus-menerus: beban kerja administrasi yang membebani guru Sementara bangsa ini bercita-cita untuk meningkatkan standar pendidikan globalnya, birokrasi yang berlebihan menghambat kemampuan guru untuk fokus pada peran utama mereka—mengajar. Untuk membuka potensi sebenarnya dari pendidik Indonesia, reformasi diperlukan untuk mengurangi beban administrasi, memungkinkan guru mendedikasikan waktu dan energi mereka untuk mendorong pertumbuhan siswa.
 

Beban Guru Saat Ini

Guru di Indonesia memikul tanggung jawab ganda untuk mendidik siswa dan memenuhi tuntutan administrasi. Tugas-tugas ini termasuk mengisi rencana pelajaran, penilaian siswa, catatan kehadiran, dan berbagai laporan yang diamanatkan pemerintah. Meskipun dokumentasi dan akuntabilitas sangat penting, volume tugas administrasi yang berlebihan mengalihkan fokus guru dari pedagogi ke dokumen.
 

Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti Kurikulum Merdeka. Namun, upaya ini sering gagal mempertimbangkan tekanan administratif yang tidak proporsional yang ditempatkan pada guru. Alih-alih memberdayakan pendidik untuk berinovasi dan beradaptasi, sistem ini menjebak mereka dalam siklus kepatuhan dan pelaporan.
 

Biaya Birokrasi Terhadap Kualitas Pendidikan

Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa pengajaran yang efektif berkorelasi langsung dengan waktu yang dihabiskan guru untuk terlibat dengan siswa. Kelebihan administrasi tidak hanya mengurangi interaksi ini tetapi juga meningkatkan stres dan kelelahan guru. Sebuah survei tahun 2021 oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengungkapkan bahwa banyak pendidik merasa kewalahan dengan dokumen, dengan beberapa melaporkan menghabiskan lebih banyak waktu untuk dokumentasi daripada pengajaran yang sebenarnya.
 

Ketidakseimbangan ini menghambat hasil siswa. Guru yang tersibuk dengan tugas administratif berjuang untuk memberikan pelajaran yang menarik, memberikan perhatian individual, atau menciptakan pengalaman kelas yang inovatif. Biaya tersebut terbukti dalam peringkat internasional Indonesia. Dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2018, siswa Indonesia mendapat skor di bawah rata-rata dalam membaca, matematika, dan sains.
 

Akar Penyebab Kelebihan Administrasi

Beberapa faktor berkontribusi terhadap beban birokrasi ini. Pertama, sistem hierarkis yang kaku: Sistem pendidikan Indonesia terpusat, dengan pengawasan birokrasi berlapis-lapis. Sekolah harus mematuhi banyak peraturan, seringkali mengakibatkan dokumen yang berlebihan.
 

Kedua, metode evaluasi yang ketinggalan zaman: Kinerja guru terutama dinilai melalui kepatuhan terhadap persyaratan dokumentasi daripada efektivitas pengajaran. Ketiga, integrasi Digital Terbatas: Terlepas dari kemajuan teknologi, banyak sekolah masih mengandalkan proses manual untuk tugas administratif, menambah kompleksitas yang tidak perlu.
 

Keempat, ketidakpercayaan pada otonomi guru: Budaya manajemen mikro mencerminkan kurangnya kepercayaan pada profesionalisme guru, yang mengarah pada pengawasan yang berlebihan.
 

Perbandingan Internasional: Pelajaran dari Finlandia dan Singapura

Indonesia dapat mengambil inspirasi dari sistem pendidikan yang telah berhasil meminimalkan beban administrasi. Finlandia, yang secara luas dianggap sebagai pemimpin global dalam pendidikan, menekankan otonomi guru dan mempercayai pendidik untuk merancang kurikulum dan penilaian mereka sendiri. Guru di Finlandia menghabiskan waktu minimal untuk dokumen, memungkinkan mereka untuk fokus pada perencanaan pelajaran dan keterlibatan siswa.
 

Demikian pula, Singapura telah merampingkan proses administrasinya dengan mengintegrasikan teknologi. Guru menggunakan platform digital terpusat untuk kehadiran, penilaian, dan pelaporan, secara signifikan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk tugas non-pengajaran. Lebih penting lagi, Singapura memprioritaskan pelatihan guru dan pengembangan profesional daripada pengawasan birokrasi.
 

Jalur Menuju Reformasi 

Untuk membebaskan guru Indonesia dari belenggu administrasi, pembuat kebijakan harus menerapkan perubahan sistemik yang memprioritaskan pedagogi daripada dokumen.
 

Rekomendasi utama meliputi, pertama, merampingkan proses administrasi: Pemerintah harus menyederhanakan persyaratan pelaporan dan menghilangkan dokumentasi yang berlebihan. Platform digital standar dapat memusatkan dan mengotomatiskan tugas rutin.
 

Kedua, memberdayakan pemimpin sekolah: Mendesentralisasikan otoritas kepada kepala sekolah dan dewan sekolah dapat mengurangi lapisan birokrasi dan mendorong pengambilan keputusan lokal. Ketiga, berfokus pada evaluasi pedagogis: Geser evaluasi kinerja dari kepatuhan dokumen ke pengamatan kelas, tinjauan sejawat, dan hasil siswa.
 

Keempat, berinvestasi dalam teknologi: Alat digital dapat meningkatkan efisiensi, tetapi harus disertai dengan pelatihan bagi guru untuk menggunakannya secara efektif. Kelima, menumbuhkan kepercayaan dan otonomi: Memberdayakan guru untuk melakukan penilaian profesional di kelas mereka, mengurangi kebutuhan akan pengawasan yang berlebihan.
 

Peran Pemangku Kepentingan

Mereformasi sistem pendidikan membutuhkan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memimpin dengan merevisi kebijakan yang terlalu menekankan dokumentasi. Pemerintah daerah harus mendukung sekolah dengan sumber daya dan pelatihan. Asosiasi guru seperti PGRI dapat mengadvokasi perubahan sambil memberikan umpan balik tentang tantangan praktis yang dihadapi pendidik.
 

Selain itu, sekolah dan guru harus merangkul inovasi. Pemimpin sekolah harus menumbuhkan budaya yang memprioritaskan hasil pembelajaran daripada kepatuhan administratif, sementara guru dapat memanfaatkan alat digital untuk merampingkan alur kerja mereka.
 

Dampak Potensial dari Reformasi

Mengurangi beban administrasi berpotensi mengubah sistem pendidikan Indonesia. Guru dengan lebih banyak waktu untuk fokus pada pedagogi dapat menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, menarik, dan berpusat pada siswa. Pergeseran ini tidak hanya akan meningkatkan hasil siswa tetapi juga meningkatkan status profesi guru.
 

Selain itu, guru yang diberdayakan lebih cenderung berinovasi dan beradaptasi dengan tuntutan pendidikan modern. Dengan menumbuhkan kepercayaan dan otonomi, Indonesia dapat menumbuhkan generasi pendidik yang tidak hanya menjadi petugas kepatuhan tetapi fasilitator pembelajaran sejati.
 

Guru Indonesia adalah tulang punggung sistem pendidikannya. Untuk mencapai tujuan pendidikan bangsa yang ambisius, pembuat kebijakan harus mengakui dampak merugikan dari tuntutan administratif yang berlebihan. Dengan merampingkan proses, mendesentralisasi otoritas, dan memprioritaskan pedagogi, Indonesia dapat membebaskan gurunya untuk fokus pada apa yang benar-benar penting memelihara pikiran generasi berikutnya.
 

Waktunya untuk bertindak adalah sekarang. Pendidikan adalah dasar dari kemajuan nasional, dan berinvestasi dalam kesejahteraan guru adalah langkah penting untuk membangun masa depan yang lebih cerah.
 

Singgih Aji Purnomo, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Amanah Al-Gontory dan Jurnalis NU Online Banten