• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 29 April 2024

Pesantren

Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros (2)

Kini Luas Pesantren 3 Hektare, Ambil Ijazah SMK, Harus Hafal Surat Yasin

Kini Luas Pesantren 3 Hektare, Ambil Ijazah SMK, Harus Hafal Surat Yasin
Salah satu bangunan di bagian dalam Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros, Kabupaten Serang, Banten. (Foto: NUOB/Izzul Mutho)
Salah satu bangunan di bagian dalam Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros, Kabupaten Serang, Banten. (Foto: NUOB/Izzul Mutho)

AWALNYA pesantren yang didirikan oleh KH Edi Sahrowardi hanya di atas tanah seluas 600 meter persegi.’’Itu dikasih Ibu pada 1994, beberapa waktu setelah sowan ke Gus Dur yang meminta saya mendirikan pondok di Banten,’’ ujarnya sembari duduk di sofa yang ada di ruangan komplek pesantren kepada NUOB, Ahad (22/10/2023).

 


Kiai yang membiarkan jenggot putihnya memanjang itu bercerita, nama pesantren, sekolah, dan yayasan sama, Attaufiqiyyah. Nama itu didapat hasil istikharah.’’Saya bikin yayasan berdua dengan istri. Dari nol. Istri orang Serang, mondok di Cukir. Dari 600 meter persegi, sekarang alhamdulillah sudah 3 hektare. Perluasan beli. Bangun sendiri. Tidak dibelikan atau hibah atau dikasih,’’ ungkap pengasuh pesantren yang terletak di Jl Raya Serang Pandeglang Km 14 Kp Lapang, Baros, Kabupaten Serang, Banten, itu.



Saat ini, lanjutnya, tanah pesantren tersebut statusnya sudah diwakafkan semua ke yayasan.’’Tidak atas nama saya pribadi. Kecuali yang 600 meter untuk anak, tempat tingganya. Ini proses beli lagi sembari menunjuk tanah di dekat pesantren,’’ imbuh bapak empat anak yang merupakan putra asli Baros, Kabupaten Serang, Banten, tersebut.


Kiai masih punya garis keturunan hingga Sunan Gunan Jati itu melanjutkan, dengan luas tersebut, saat ini ada SMP, SMA dan SMK yang punya sekitar 6 jurusan.’’Sekarang yang mondok saja 150 putra-putri. Yang pulang pergi sekolah, tidak tinggal di pondok, totalnya 1.800 orang,’’ imbu wakil rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten itu.



Pesantren yang didirikan pria kelahiran 1953 itu lebih secara khusus identik dengan ngaji kitab kuning. Hanya, seiring dengan putranya yang sudah selesai mondok dan hafal Al-Qur’an, membuka santri yang ingin menghafal.’’Kalau saya ya kitab kuning. Kemarin ada orang lulusan SMA  sini yang khatam hafalan Al-Qur’an,’’ terang  pria yang pernah mengajar selama 10 tahun di Untirta tersebut.



Kiai yang sempat menjadi jurnalis sepulang dari menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, selama belasan tahun itu, menambahkan, rutinitas di pesantrennya adalah pukul 03.30 WIB, para santri dibangunkan untuk shalat tahajud.



Masuk Subuh, shalat berjamaah. Dilanjut fasahah.’’Setor hafalan, doa. Setelah itu mandi, makan, sekolah. Di sekolah ada muatan nahwu sharaf meski SMP, SMA. Kalau di sekolah yang penting ada pelajaran yang diujikan negara. Sisanya terserah kita. Sekarang saya hanya mantau, sudah ada kepalanya masing-masing. Ngajar ngaji, setelah Subuh 3 kali dalam sepekan. Lalu pada Rabu dan Kamis malam. Ngajar Fathul Wahhab, Fathul Qarib, Jurumiyah, Asybah wan Nadhair,’’ jelas putra dua bersaudara dari pasangan H  Edi Muhammad Asik dan Hj Enjeh Junaina itu.



Bagi yang tinggal di pesantren, hanya dikenakan pembayaran Rp 700 ribu sebulan. Sudah termasuk makan tiga kali. ’’Kalau SMP tidak dipungut SPP, ada BOS (bantuan operasional sekolah). Alhamdulillah dengan kondisi yang ada pesantren ini sudah jalan 28 tahun,’’ kata suami dari Hj Nyai Suhana itu.



Terkait santri, Kiai Edi, ingin membahagiakannya. Artinya dari sekian santri ada yang digratiskan. ’’Sekarang ada, hanya berapa persen, masih sedikit. Ada temen bilang, kenapa menerima dari luar, maksudnya tidak mondok semua saja, ada yang pulang pergi, hanya sekolah? Pemikiran saya, yang di pondok kita ramut (rawat) yang di luar atau pulang pergi, kita ramut. Kalau yang di luar dilepas, tidak ada yang mengarahkan ke agama. Seperti SMK di sini, kalau mau ambil ijazah harus hafal Yasin. Ini walaupun SMK,’’ terangnya. (M Izzul Mutho/Habis)
 


Editor:

Pesantren Terbaru