• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 27 April 2024

Nasional

Konbes-Munas NU 2021

Pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU Tidak Pakai Mekanisme Ahwa

Pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU Tidak Pakai Mekanisme Ahwa
Ketua Steering Coomite (SC) Munas-Konbes NU 2021 KH Ahmad Ishomuddin saat sidang pleno. (Foto : NU Online/Suwitno
Ketua Steering Coomite (SC) Munas-Konbes NU 2021 KH Ahmad Ishomuddin saat sidang pleno. (Foto : NU Online/Suwitno

Jakarta, NU Online Banten
Rapat Pleno Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2021 yang dipimpin Ketua Steering Committee (SC) KH Ahmad Ishomuddin, mengukuhkan tidak melakukan pemilihan ketua umum atau ketua tanfidziyah PBNU menggunakan mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa).

 

Hal tersebut diputuskan melalui sidang Komisi Organisasi, setelah diambil pemungutan suara diantara peserta Munas-Konbes NU 2021. Pada Sabtu malam, (25/9).

 

“Tidak disetujui dan kita lakukan secara voting. 19 suara setuju, dua menolak, dan tiga memberikan alternatif,” kata Ketua Komisi Organisasi Imam Pituduh, saat menyampaikan putusan komisi pada Rapat Pleno.

 

“Ada beberapa peserta yang mengajukan opsi lain. Dan ini dijadikan catatan,” Sambung Imam Pituduh dikutip dari NU Online.

 

Melansir pemberitaan NU Online, pembahasan mekanisme berlangsung dengan dinamis, pemilihan rais aam dan rais syuriyah di semua tingkatan, diputuskan melalui mekanisme Ahwa, dan sudah disepakati oleh utusan perwakilan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) yang hadir.

 

Pemilihan rais aam dan rais syuriyah di semua tingkatan melalui mekanisme Ahwa, disepakati perwakilan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) yang hadir. Keputusan yang sudah diambil sejak Muktamar Ke-33 NU itu tidak ada yang menggugatnya. Akan tetapi, pemilihan ketua tanfidziyah melalui mekanisme yang sama, seperti pemilihan rais syuriyah, yakni melalui ahwa, mendapat pertentangan dari mayoritas peserta. 

 

PWNU yang sepakat beralasan pemilihan ketua tanfidziyah melalui sistem ahwa sangat penting untuk menjaga ruh organisasi, yakni menempatkan kepemimpinan tanfidziyah di bawah otoritas kepemimpinan syuriyah. 

 

Selama ini, menurut perwakilan dari Jawa Timur, beberapa kali terjadi pertentangan di antara keduanya. Padahal semestinya, katanya, ketua tanfidziyah merupakan khadam (pembantu) dalam melaksanakan kebijakan syuriyah. Sementara itu, perwakilan dari PWNU yang tidak sepakat dengan usulan mekanisme tersebut beralasan karena tidak ada suara dari perwakilan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan PWNU dalam menentukan pilihannya.


Sebagaimana diketahui, Pemilihan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Muktamar NU Ke-33 Tahun 2015 di Jombang, Jawa Timur, dilakukan melalui musyawarah mufakat di antara sembilan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa) yang dipilih langsung oleh muktamirin. Hal serupa juga diterapkan untuk pemilihan rais syuriyah di semua tingkatan.

 

Teruntuk wilayah, rais syuriyah dipilih langsung oleh tujuh anggota ahwa, sedangkan di tingkat cabang, cabang istimewa, wakil cabang, dan ranting dipilih oleh lima anggota ahwa. Demikian ini termaktub dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Bab XIV Pemilihan dan Penetapan Pengurus Pasal 40 sampai 46.

 

Dalam draf Munas dan Konbes NU 2021, disebutkan bahwa perubahan mekanisme pemilihan ketua tanfidziyah melalui sistem ahwa didasari atas pertimbangan bahwa selama lima tahun pemberlakuan mekanisme ahwa dalam pemilihan rais syuriyah berjalan dengan lancar, khidmat, dan ditaati semua pihak.

 


Editor : Ari Hardi
 


Editor:

Nasional Terbaru