• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 19 April 2024

Syariah

Vaksin AstraZeneca: Antara Ikhtiar dan Khawatir

Vaksin AstraZeneca: Antara Ikhtiar dan Khawatir
Ilustrasi (Foto: NUOnline)
Ilustrasi (Foto: NUOnline)

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan seluruh dunia belum juga berakhir, di beberapa negara jumlah pasien covid-19 semakin melonjak, bahkan di Inggris ditemukan varian baru dari covid-19 ini yang konon efeknya lebih berbahaya.

 

Terjebak dalam kondisi pandemi memang tidak mengenakkan dan sangat berbahaya bagi kita dan orang disekitar kita. Oleh karena itu, kita harus menaati protokol kesehatan yang ada yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas agar tidak terpapar.
Keadaan ini harus segera dicarikan solusi agar kehidupan kembali normal yaitu dengan cara secepat mungkin mengobati orang yang terpapar covid agar tidak menular ke yang lain. Namun sayang seribu sayang, hingga saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan covid-19 ini. 

 

Ketika obat covid-19 yang ditunggu-tunggu belum juga ditemukan maka harus dicarikan solusi untuk mengatasinya. Maka tidak heran, ketika para ilmuan menemukan vaksin covid-19 ini dianggap sebagai secercah cahaya di kegelapan.

 

Sebagaimana kita ketahui bahwa beberapa negara telah meneliti dan kemudian memproduksi vaksin tersebut secara massal, sebut saja Cina (Sinovac), Rusia (Sputnik), Jerman (Pfizer-BioNTech), dan Inggris (AstraZeneca). Ketika tidak ada obat maka vaksinasi dianggap jalan terbaik dalam memutus mata rantai covid-19.

 

Vaksinasi yang digadang-gadang dapat menanggulangi pandemi, nyatanya belum berjalan dengan mulus hal ini disebabkan jumlah vaksin yang terbatas dan diperebutkan oleh negara-negara diseluruh dunia. 
Khusus di Indonesia, ada perdebatan yang muncul mengenai vaksin ini yaitu tentang kehalalan vaksin tersebut, ini terasa wajar karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam maka sisi kehalalan menjadi prioritas utama karena disinyalir beberapa jenis vaksin ada indikasi tidak halal karena mengandung tripsin dari babi.

 

Kekhawatiran dan keraguan ini jamak ditemui di masyarakat sehingga menyebabkan mereka tidak mau divaksin dan ini menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah. Selain berusaha menyediakan stok vaksin, pemerintah juga dituntut untuk meyakinkan warganya agar siap menerima vaksin tersebut demi terciptanya kekebalan kelompok (herd immunity).

 

Pada dasarnya Indonesia telah memakai vaksin Sinovac yang sudah teruji kehalalannya namun jumlah vaksin ini terbatas sehingga tidak cukup untuk mengcover penduduk Indonesia sehingga memerlukan vaksin tambahan yang dalam hal ini yaitu vaksin AstraZeneca yang dalam proses produksinya memanfaatkan tripsin dari babi.

 

Mengenai hal ini, MUI (Majlis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca. Dalam fatwanya MUI menyatakan bahwa vaksin covid-19 AstraZeneca hukumnya haram namun penggunaan pada saat ini dibolehkan (mubah). 
Menjawab Keraguan

 

Kehalalan vaksin memang menjadi prioritas utama namun yang perlu digaris bawahi adalah jumlah vaksin yang halal sangat terbatas sedangkan kebutuhan akan vaksin sangat mendesak dan banyak yang memperebutkanya, oleh karenanya vaksin yang tidak halal bisa menjadi solusinya.
Dalam kondisi darurat seperti ini kita bisa melihat pendapat yang dijadikan sebagai salah satu dasar penetapan fatwa oleh MUI yaitu pendapat Imam Al-‘Izz ibn ‘Abd Al-Salam dalam Kitab “Qawa’id Al Ahkam” : 

 

جاز التّداوي بالّنجاسات إذا لم يجّد طاهّرا مقامها ، ألّن مّصلحة العافية والسالمة أكمّل من مّصلحة اجتّناب الّنجاسة

 

“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci yang dapat menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan keselematan lebih diutamakan daripada mashlahat menjauhi benda najis”. (mui.or.id)

 

Dilain pihak, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur melalui Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) memutuskan hukum vaksin AstraZeneca halal dan suci, kendati dalam vaksin tersebut ada unsur babi.

 

Informasi adanya unsur babi dalam proses pembuatan vaksin tersebut tidak lagi dihukumi najis atau haram hal ini di karena unsur babi itu sudah beralih wujud. Dalam hukum agama disebut istihalah. (www nu.or.id) Ulama-ulama fiqih mendefinisikan istihalah dengan makna perubahan wujud suatu benda dari satu bentuk dengan sifatnya kepada bentuk lain dan dengan sifat yang berubah juga.

 

Berpijak pada urain di atas dan juga mengikuti arahan dari pemerintah yang mewajibkan vaksinasi terhadap seluruh rakyat Indonesia maka melakukan vaksinasi adalah bentuk ketaatan terhadap pemerintah (ulil amri) dan juga sebagai wujud ikhtiar kita dalam menghindarkan diri dan orang lain dari potensi bahaya (penyakit).

 

Abdul Aziz, Pengurus LP Ma’arif PCNU Tangsel, Alumni Ponpes Nurul Qur’an Pamulang


Editor:

Syariah Terbaru