• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 20 April 2024

Tokoh

KH Raden Asnawi, Pendiri dan Penggerak NU Keturunan Sunan Kudus

KH Raden Asnawi, Pendiri dan Penggerak NU Keturunan Sunan Kudus
Rombongan ziarah ke makam KH R Asnawi, pendiri dan penggerak NU. (Foto: Kholili/ PCNU Tangsel for NU Online Banten)
Rombongan ziarah ke makam KH R Asnawi, pendiri dan penggerak NU. (Foto: Kholili/ PCNU Tangsel for NU Online Banten)

Kudus, NU Online Banten
Perjalanan rombongan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) setelah ziarah ke makam KH Sholeh Darat, Semarang, berlanjut ke makam Sunan Kudus di Kudus, Jawa Tengah. ’’Sebelum ziarah, kita rehat sejenak di salah satu hotel yang pemiliknya merupakan teman pengasuh Pondok Pesantren Wafiyyul Qura’an, adik kelas saya,'' ujar koordinator rombongan KH Ahmad Misbah, Ahad (5/2/2023) malam. 


Setelah itu rombongan yang menggunakan satu bus itu ziarah ke makam Sayyid Ja’far Shodiq yang dikenal dengan Sunan Kudus, salah satu dari Wali Songo. Kemudian ziarah ke makam ahli falak yang sangat terkenal, KH Turaichan Adjhuri Asy Syarofi, yang akrab disapa Mbah Tur. Makamnya tak jauh dari Makam Sunan Kudus.  Masih di komplek Menara Kudus. Lalu ziarah ke KH Raden Asnawi yang merupakan keturunan Sunan Kudus. Makamnya juga berada di komplek Menara Kudus, sekitar 5 km sebelah barat Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus.


Kiai Asnawi dikenal sebagai penggerak Nahdlatul Ulama (NU). Seperti yang pernah ditulis di NU Online, nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Syamsi. Nama Asnawi diperoleh setelah menunaikan ibadah haji. Asnawi, atau Raden Syamsi, lahir di Damaran, Kudus, pada 1281 H/1861 M. Dia merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Keduanya adalah pedagang konveksi yang cukup besar di Kudus. Jika dirunut silsilahnya, Kiai Asnawi masih keturunan ke-14 Sunan Kudus dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.


Sebagai sosok ahli ilmu, sejak kecil sudah terlihat kegemaran Kiai Asnawi dalam belajar dan melakukan rihlah ilmiyyah (perjalanan keilmuan). Orang tuanya merupakan guru pertama, dalam mengaji tajwid dan penguasaan bacaan Al-Qur’an. Kemudian, Asnawi kecil melakukan perjalanan ke Tulungagung, ikut orang tuanya berbisnis. Di kota ini, ia mengaji di sebuah pesantren. Kemudian, Asnawi kecil pindah ke Jepara, mengaji kepada KH. Irsyad Naib, di Mayong. Dari jalur keilmuan, jelas bahwa Kiai Asnawi mempunyai sanad yang tersambung dengan ulama-ulama Nusantara, di antaranya KH Sholeh Darat (Semarang), Kiai Mahfudz at-Termasi (Termas, Pacitan), KH. Nawawi al-Bantani, dan Sayyid Umar Shatha.


Kiai Asnawi juga mengaji sekaligus menunaikan ibadah haji di Makkah. Kiai Asnawi bermukim di Makkah selama kisaran 20 tahun. Selama mengaji di Makkah, tinggal di rumah Syekh Hamid Manan yang berasal dari Kudus. Ketika belajar di Makkah, ayah Kiai Asnawi wafat. Meski demikian, kecintaan pada ilmu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah pengetahuan.


Ketika mengaji di Makkah, Kiai Asnawi menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah, janda Syekh Nawawi al-Bantani. Pernikahan ini dikaruniai 9 putra, di antaranya H. Zuhri, Hj. Azizah (istri KH. Saleh, Tayu), dan Alawiyah (istri R. Maskub Kudus).


Kiai Asnawi merupakan sosok aktifis sekaligus pendidik. Sudah mulai mengajar santri ketika masih berada di Makkah. Ketika pulang ke tanah air pada 1916, Kiai Asnawi mendirikan madrasah di kawasan Menara Kudus, dengan nama Madrasah Qudsiyyah. 


Kiai Asnawi juga menjadi sosok kiai yang turut mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertemanan dan persahabatan dengan beberapa kiai Jawa, di antaranya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, dan beberapa kiai lain, menjadi ikatan kuat dengan perjuangan Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada 1926. Kiai Asnawi wafat pada usia 98 tahun, tepatnya pada 25 Jumadil Akhir 1378 H/26 Desember 1959 M. 


Pewarta: Ade Adiyansah


Tokoh Terbaru