• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Ketika Gus Iqdam Gemparkan Kampung Inggris Pare

Ketika Gus Iqdam Gemparkan Kampung Inggris Pare
Gus Iqdam di layar besar dan lautan jamaah yang ikut pengajiannya. (M Hanifuddin for NUOB)
Gus Iqdam di layar besar dan lautan jamaah yang ikut pengajiannya. (M Hanifuddin for NUOB)

SABTU (6/1/2024) sore, Lapangan Tulungrejo Pare, Kediri, Jawa Timur, penuh sesak. Lebih dari 100 ribu jamaah tumpah ruah. Dalam radius 1 km, kendaraan sudah tidak dapat akses. Diperuntukkan untuk ketertiban jalan kaki para jamaah. Mulai sore hingga selepas Isya', rombongan berdatangan. Dari penjuru arah. Tidak sedikit, ibu-ibu rela mengenakan jas hujan. Duduk bareng-bareng di atas mobil pick up. Maklum sedang musim hujan.



Kami sengaja datang setelah jamaah Isya’. Dari sore, gerimis tak henti-hentinya. Mengguyur kampung Inggris. Kami kembali tertegun lama. Melihat semangat para jamaah. Mulai balita, anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, hingga lansia. Gerimis kecil yang sesekali turun, tak menggoyahkan. Mereka tetap duduk lesehan. Beralas tikar plastik ala kadarnya. Di atas tanah lapangan basah. Semua khusuk berdzikir, tahlil, bershalawat, hingga mendengarkan pengajian Gus Iqdam. Dalam benak hati, terbesit berulang kali, fenomena apa ini?



Dari sisi ekonomi, betapa pentingnya pengajian itu. Mampu mengumpulkan massa. Menjadi pasar raksasa. Tak pelak, berbagai pedagang antusias. Mulai penjual makanan, minuman, pakaian, alat-alat ibadah, buku, kitab, mainan anak-anak, suvenir, hingga alas tikar plastik. Ditambah lagi jasa sewa panggung, sound system, layar, penerangan, hingga mobil transportasi. Masing-masing mendapatkan porsi keuntungan. Belum lagi, saat acara usai, puluhan pemulung berpesta. Memilah rosokan botol plastik dan barang bekas lainnya yang dapat ditukarkan uang. Kami melihat, wajah cerah dan senyum mengembang dari mereka.



Dari sisi sosiologi dakwah, kemunculan Gus Iqdam merupakan varian ustadz kampung yang tidak kalah viralnya dengan ustadz seleb perkotaan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kanal media sosial, dipenuhi ustadz-ustadz perkotaan. Karakter masyarakat urban yang dekat dengan gadget, mudah memviralkan ustadz-ustadz baru. Memiliki banyak video, followers, muhibbin, dan lain sebagainya.



Kencenderungan tersebut, lantas mendapatkan titik balik dengan viralnya Gus Baha. Kiai kampung yang juga fenomal di media sosial. Meskipun tanpa tim media profesional. Konten ceramahnya dengan suka rela direkam dan disebarkan oleh jamaah. Masyarakat menikmatinya. Kini, ditambah lagi dengan naik daunnya Gus Iqdam. Tak pelak, ustadz-ustadz seleb perkotaan tidak menjadi opsi satu-satunya lagi.



Dari sisi doktriner teologis-politis, kemunculan Gus Iqdam menjadi peneduh bersama. Dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di Ibu Kota, jika ada pengerahan jamaah, sulit dihindari dari motif politisnya. Mulai dari ajakan mendukung paslon, hingga mengkritik kebijakan pemerintah. Apalagi menjelang atau bertepatan dengan tahun politik. Hal ini berbeda dengan pengajian yang diisi Gus Iqdam. Semua afiliasi politik bisa duduk bersama.

 

Masing-masing dibebaskan pilihan politiknya. Dinarasikan bahwa perbedaan pilihan politik, bukan berarti memutus tali silaturahim. Pemilu harus disukseskan bersama. Menjaga persatuan bangsa dan negara harus selalu diutamakan. Ajakan-ajakan ini, secara mudah dan sahaja, ditekankan oleh Gus Iqdam. Termasuk ajakan kerukunan antarumat beragama. Mengingat, jamaah yang hadir juga ada yang dari kalangan nonmuslim. Semoga bumi Nusantara selalu damai, rukun hidup berdampingan. Tak putus-putusnya melahirkan ulama dan tokoh agama yang dapat mengayominya. Waallahu a'lam bisshawab.

 

Kiai Muhammad Hanifuddin, Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta dan Ketua LBM PCNU Tangsel


Opini Terbaru