• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 5 Mei 2024

Opini

Memaknai Tema Hari Santri 2023: Peran Santri Dalam Era Digital

Memaknai Tema Hari Santri 2023: Peran Santri Dalam Era Digital
Ilustrasi logo HSN 2023. (ist)
Ilustrasi logo HSN 2023. (ist)

SEBENTAR lagi kita akan memperingati Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober. Awalnya Hari Santri akan diperingati pada 1 Muharam.Namun berdasarkan usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengusulkan agar 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri, bukan 1 Muharram. Hal itu dilatari peristiwa sejarah Resolusi Jihad.

 

Di usia yang baru menginjak dua bulan merdeka, Indonesia kembali diserang oleh Sekutu yang hendak merebut kemerdekaan dari tangan bangsa Indonesia. Demi mempertahankannya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad.

 

Penetapan peringatan hari santri, sebelumnya bukan tanpa pro dan kontra. Terlebih Sebagian kelompok berpandangan bahwa adanya hari santri bisa menyebabkan polarisasi di antara umat muslim, sehingga akan terpecah menjadi santri dan bukan santri.

Tentu saja pandangan tersebut keliru, santri tidak melulu dimaknai sebagai orang yang menempuh pendidikan pesantren, tidak. Selagi orang tersebut hormat pada kiai, ulama, cinta terhadap Islam yang damai dan budaya kenusantaraan, maka itu juga santri. Ini juga bukan bentuk pengglorifikasian terhadap sosok Kiai Hasyim Asyari yang telah memprakarsai adanya Resolusi Jihad tersebut, sama sekali bukan.

 


Tapi sebagai upaya adanya penghargaan akan sejarah bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia ini tidak hanya lahir dari perjuangan golongan para cendekia yang tergabung dalam berbagai organisasi perjuangan kemerdekaan saja. Tapi juga ada peran santri dan kiiai di sana yang sayangnya sampai saat ini buku-buku dalam pelajaran sejarah Indonesia belum banyak yang mencatat itu.


Seolah menegasikan peran santri dan kiiai. Bahwa jihad melawan penjajah itu digaungkan kali pertama oleh kiai. Dan perlu dicatat, santri dan kiai disini tidak hanya merujuk pada NU, tapi semua santri dan ulama lain seperti KH Ahmad Dahlan, Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto, dan ulama serta tokoh Muslim lainnya.

 


Semoga di setiap 22 Oktober nanti, bukan hanya sekadar seremoni tanpa arti. Bukan cuma sekadar pawai obor, pakai sarung-kopiah atau busana Muslim saja sebagai simbol dan ciri khas santri di Nusantara. Tapi karena ada semangat dan nilai yang senantiasa diperjuangkan dan diwariskan.



Izinkan saya memberikan catatan, meski saya bukan santri secara formil (mengenyam pendidikan pesantren), tapi insyallah saya cinta kiai dan ulama. Santri dewasa ini dituntut untuk tidak hanya fasih berbicara agama; khatam Qur’an, menguasai kitab-kitab klasik dan menjaga tradisi keislaman Nusantara (maulidan, tahlilan, ziarah kubur, dan lainnya) tidaklah cukup.

 


Santri tak boleh gagap mengikuti kemajuan teknologi-digitalisasi. Santri juga harus bisa menulis, bukan hanya nyoret kitab. Kenapa? Karena tak ada jalan lain selain lewat tulisan, pemikiran itu bisa diwariskan. Terlebih sekarang ini banyak sekali media-media online berbasis keislaman yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para santri dan mahasantri untuk bisa berkarya melalui tulisan. Ada NU Online, Islami.co, Alif.id, Sanadmedia.com, Bincangsyariah.com, Mubadalah.id, dan media lainnya. Dengan adanya media online tersebut, bisa memberikan kemudahan sekaligus pencerahan kepada semua orang, terutama bagi orang yang selama ini tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren terhadap pandangan yang kerap keliru dalam menilai agama Islam.

 


Jangankan mereka yang non-Islam, bahkan di antara masyarakat Muslim sendiri kadang kesulitan membedakan mana yang sebenarnya ajaran Islam (syariah) yang mana budaya. Sehingga budaya sering disalah maknai sebagai syariah, sehingga menjadi wajib hukumnya. Lebih jauh lagi, keawaman bisa menyebabkan salah kaprah dalam beribadah, yang berujung pada fanatisme dan ekstremisme hingga berujung pada kekerasan.

 


Untuk itulah penting sekali kepada para santri dan ulama untuk bisa memberikan pencerahan dengan memanfaatkan media digital, seperti pengajian melalui kanal Youtube yang diampu oleh Gus Ulil Abshar Abdalla melalui Ngaji Ihya. Juga berbagai pengajian dan ceramah Gus Baha yang saat ini banyak digandrungi tidak hanya oleh masyarakat umum, tapi juga kaula muda yang tengah haus ilmu dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ada juga ceramah-ceramah dari Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar dan Prof Quraish Shihab, kedua ulama sekaligus cendekiawan Muslim Indonesia yang santun dan memiliki kedalaman ilmu yang luar biasa.



Dengan adanya tulisan-tulisan dan juga pengajian-pengajian online ini berperan besar dalam mengedukasi masyarakat tentang Islam yang damai sekaligus mengonter narasi yang selama ini mengarahkan pada bentuk radikalisme agama dan juga ekstremisme agama. Tentu saja keduanya bisa juga terjadi pada agama lain, tapi seringnya ekstremisme seperti aksi terorisme kerap dilekatkan pada Islam.

 


Tak bermaksud refleksi Hari Santri ini berujung ceramah, apalagi ceramah sok tahu, karena saya sendiri bukan seorang santri, hanya pernah mengikuti pesantren kilat. Maka saya ucapkan; Selamat Hari Santri.

 


Wartini Sumarno, Penikmat Kopi dan Kajian Gender, bisa disapa melalui IG @wartini_sumarno


Opini Terbaru