• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 30 April 2024

Opini

Meraih Kemenangan atas Kefitrian Jiwa

Meraih Kemenangan atas Kefitrian Jiwa
Spiritualitas. (Foto: NU Online)
Spiritualitas. (Foto: NU Online)

Laku spiritualitas seorang Mukmin selama menjalani rangkaian ibadah pada bulan Ramadhan akan bermuara pada sebuah kemenangan. Kemenangan menjaga dari berbagai hal yang mengurangi bahkan merontokkan pahala puasa hingga mem-booster jiwa dengan injeksi pembaharuan keimanan. Detik-detik kemenangan yang menggetarkan jiwa, hanya dapat dirasakan oleh mereka yang dengan khusyuk dalam penghambaan diri kepada Allah melalui ritual yang telah disyariatkan-Nya. Pendek kata, deklarasi atas kemenangan itu ditandai dengan kembalinya seorang Mukmin menjadi fitri (suci) pada Hari Raya Idul Fitri.


Kesucian seorang Mukmin pada Hari Kemenangan meneguhkan kembali awal mula manusia diciptakan bahwa seorang bayi terlahir dalam keadaan suci seperti tersurat dalam redaksi hadits Imam Muslim (Shahih Muslim, DKI jilid 4, hadits: 2658). Dalam perjalanan hidup yang diarungi, kesucian manusia terus diuji. Pasang surut pengalaman hidup, berbanding terbalik dengan realitas manusia sebagai hamba, di mana manusia tak bisa terlepas dari jeratan dosa, baik kepada Allah maupun sesama manusia, sehingga manusia perlu me-refresh semua ‘perangkat lunaknya’ agar kembali terlahir menjadi manusia baru dengan semangat penghambaan yang prima. Hal ini, sesuai firman Allah dalam surat Ar-ruum ayat 30, “Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Allah dengan jelas menekankan kepada manusia untuk tidak lupa akan fitrahnya yakni kesucian dalam penghambaan melalui agama Islam dengan jalan mentauhidkan Allah, bukan malah memadankan dan menyekutukan-Nya.


Pada momen kembali menjadi fitri di Hari Raya Kemenangan inilah, seorang Mukmin disunahkan mengagungkan Asma Allah dengan bacaan takbir dan menyantap makanan sebelum melaksanakan salat sunah Idul Fitri (Imam Nawawi, Majmu’ Syarah Muhazbab, juz 6, hal:42). Bertakbir artinya pengikraran atas kemahaagungan Allah dan pengakuan akan kelemahan dan ketidakberdayaan diri. Bertakbir dan menyantap makanan pada saat Idul Fitri adalah tanda bukti dimulainya perjalanan baru bagi seorang Mukmin untuk melanjutkan perjalanan hidup ke depan. Perjalanan manusia baru, juga ditandai dengan meningkatnya ketakwaan sebagai laku spiritualitas pasca Ramadan, bukan dengan memakai baju dan perhiasan yang baru hingga memiliki aksesoris dan investasi dunia lainnya. 


Spirit menjadi manusia baru dengan pengukuhan kembali nilai-nilai spiritualitas akan menjadi obor pemandu perjalanan hidup yang penuh dengan aral dan bebatuan terterjal. Kemenangan seorang Mukmin dalam melibas hawa nafsunya sehingga menjadi manusia suci dengan ketakwaan yang melekat pada dirinya, diharapkan menjadi pewarna dalam segala sendi kehidupan. Jadi, dengan berakhirnya drilling Ramadhan, kehidupan sosial berbangsa dan bernegara diharapkan mengalami tren peningkatan kemaslahatan sosial demi terciptanya baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur


Semoga!


Wallahu ‘alamu bisshawaab


K. Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah MWC NU Bayah; Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot & Sabilillah dan Madrasah Aliyah Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro (Undip) Semarang
 


Opini Terbaru