Opini

Orang Eropa dan Shahih Al-Bukhari

Rabu, 19 Maret 2025 | 09:35 WIB

Orang Eropa dan Shahih Al-Bukhari

Syarah Ibnu Batthal karya Imam Ibnu Batthal. (Foto: NUOB/M Hanifuddin)

KISARAN seribu tahun lalu, ada orang Eropa yang sudah serius membaca Kitab Shahih al-Bukhari. Tak sekadar membaca, bahkan menulis penjelasannya. Syarah. Sangat tebal. Berjilid-jilid. Tepatnya adalah 10 jilid. Penulisnya adalah Imam Ibnu Batthal. Lahir di Cordoba. Meninggal pada 489 H di Valencia. Dua kota di Spanyol.



Hingga saat ini, kitab karya ulama Spayol ini terus dicetak ulang. Saya mendapati di Perpustakaan Pesantren Sidogiri Pasuruan, Jawa Timur. Jika Anda suka baca Syarah Fathul Bari atau pun Umdatul Qari, tentu familiar dengan nama Imam Ibnu Batthal. Mengapa? Karena sering sekali Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H) dan Imam Badruddin al-'Aini (855 H) mengutip penjelasan Imam Ibnu Batthal. Wajar adanya, Syarah Ibnu Batthal lebih dulu ada sebelum dua syarah yang terakhir.



Setidaknya, ada 3 hal menarik dari Syarah Ibnu Batthal ini. Pertama, kitab ini fokus memaparkan isi (matan) hadits. Tidak banyak menyinggung masalah sanad dan perawi. Karenanya, pembaca bisa berasyik masyuk memahani pesan-pesan kenabian. Tanpa banyak berkerinyut dahi memikirkan sanad hadits. Penjabarannya luas. Mulai dari analisa bahasa hingga perbedaan pendapat di kalangan ulama. Terutama dalam bidang fiqih. Mengingat, Imam Ibnu Batthal adalah salah satu tokoh penting dalam tradisi Mazhab Malikiyyah.

 


Kedua, karenanya, meskipun kita sedang membaca syarah hadits, terasa sekali kita sedang membaca kitab fiqih. Satu hadits yang sama, tetapi bisa menghasilkan pemahaman yang beragam. Meskipun dalam banyak hal tetap menghasilkan kesamaan.



Semisal, hadits tentang mandi besar. Dalam pandangan Imam al-Syafi'i, Imam Ahmad, Imam al-Auza'i, ketika seseorang berendam di air tanpa menggosokan tangan, maka mandinya tetap sah. Yang penting semua badannya sudah teraliri air. Hal ini berbeda dengan pemahaman Imam Malik, Imam Abu al-Aliyah, Imam Maimun bin Mihran, di mana menggosokkan tangan ke tubuh adalah pengabsah mandi. Tanpa tangan digosok-gosokkan, mandi tidak sah.



Ketiga, kitab Imam Ibnu Batthal ini menjadi jendela bagi kita untuk melihat dinamika syarah Shahih al-Bukhari. Khususnya di awal kemunculan tradisi mensyarah hadits. Syarah Ibnu Batthal tercatat sebagai syarah kedua. Yang pertama adalah Syarah Imam al-Khattabi. Dua syarah awal ini memiliki pola yang mirip. Yakni fokus menjabarkan isi hadits.



Hal ini sedikit berbeda dengan syarah-syarah generasi berikutnya. Di mana ulasan terkait sanad dan perawi sangat panjang. Semisal Syarah Fathul Bari dan Umdatul Qari di atas. Namun demikian, kedua syarah yang belakangan ini, juga sering mengutip Syarah Imam al-Khattabi dan Imam Ibnu Batthal. Khususnya dalam menjelaskan matan hadits.

 

Lantas tertarikah Anda?



Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta