Makam Syekh Nawawi Al-Bantani di Ma’la yang Tak Pernah Sepi Peziarah
Kamis, 27 Juni 2024 | 14:36 WIB
Makkah, NU Online Banten
Sejumlah makam di Pemakaman Ma’la, Makkah, Arab Saudi, dikunjungi oleh para jamaah haji, termasuk dari Indonesia. Di antaranya yang diziarahi adalah makam Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah. Selain itu, di Ma’la yang jaraknya sekitar 1 km dari halaman Masjidil Haram, terdapat makam Syekh Nawawi Al-Bantani dan KH Maimoen Zubair, ulama kharismatik dari Rembang, Jawa Tengah.
"Alhamdulillah bukan hanya haji. Setiap umrah kami selalu mengagendakan datang ke tempat ini. Biasanya tradisi kita itu masyarakat NU ziarah ke makam orang saleh apalagi sekaliber Syekh Nawawi Al-Bantani, Mbah Maimoen, dan luar biasanya lagi Sayyidatuna Khadijah ummahatul mukminin. Mudah-mudahan kita semua dapat berkahnya," kata Mahbub Marzuki, pendamping ibadah haji khusus dari Cipete, Jakarta Selatan, Sabtu (22/6/2024) sore.
Mahbub adalah satu dari sekian peziarah di makam Ma'la. Di antaranya ke makam Siti Khadijah, Syekh Nawawi, dan Mbah Maimoen. Penyuluh agama Islam Cilandak, Jakarta Selatan, itu tidak sendiri. Membawa serta belasan jamaahnya dalam ziarah ini.
Dia menambahkan, di samping keberkahan juga banyak pelajaran-pelajaran yang dapat diambil. Biasanya sebelum ziarah dia informasikan dulu kepada jamaah keistimewaan orang yang diziarahi.
"Untuk makam Syekh Nawawi Al-Bantani, blok nomor 25 arah berlawanan dari makam Siti Khadijah, lurus, belok kanan. Agak nanjak terjal sedikit. Kalau body kayak saya, agak kesulitan. Tapi dengan semangat yang keras kesulitan menjadi tidak ada artinya," kata pria bertubuh gempal itu, dilansir NU Online.
Setelah sedikit usaha memanjat blok 25 yang tingginya sepinggang dari jalan, Mahbub kemudian mendekati satu-satunya makam di Ma'la dengan gundukan pasir layaknya makam di Tanah Air karena sisanya rata satu blok. Sementara setiap makam di Ma'la hanya ditandai batu sebesar lengan tanpa catatan nama dan tahun lahir serta tahun wafat. Hanya batu.
Dia menyirami makam paling pojok yang hanya selisih 4 makam dari jalan kompleks Ma'la dengan beberapa botol air yang telah dia dan rombongan jamaahnya siapkan dari hotel. Pasir pada permukaan makam ulama Nusantara itu tampak basah oleh siraman air.
Siapa tidak kenal ulama kelahiran Tanara, Kabupaten Serang, Banten, Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi pada 1813 M?
Ulama prolifik yang karyanya sampai saat ini dibaca oleh dunia pesantren dan perguruan tinggi Islam itu wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma'la pada 1897 M. Makam ulama yang hidup 84 tahun ini tidak pernah sepi peziarah. Ziarah kubur ulama yang bergelar Sayyid Ulama Hijaz digemari jamaah haji dan jamaah umrah, terutama asal Indonesia dan juga para pelajar Indonesia di Timur Tengah.
Salah satu kontribusi penting Syekh Nawawi Al-Bantani dalam relasi kehidupan berbangsa hari ini tampak pada pendapatnya yang tidak mempertentangkan dan tidak menghadap-hadapkan regulasi dalam hukum positif dan hukum agama.
Putusan Musyawarah Nasional (Munas) Nahdlatul Ulama (NU) 2019 merujuk pandangan Syekh Nawawi Al-Bantani bahwa hukum positif seperti produk undang-undang atau kebijakan negara yang lahir dari proses politik modern adalah bagian dari kesepakatan anak bangsa. Kebijakan negara secara fiqih dilihat, apakah bertentangan dengan nilai-nilai Islam atau tidak. Jika produk undang-undang atau kebijakan negara tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka ia bersifat mengikat (mulzim syar’i) dan wajib ditaati.
Artinya, “Ketika seorang pemimpin pemerintahan memerintah perkara wajib, maka kewajiban itu makin kuat, bila memerintahkan perkara sunnah, maka menjadi wajib, dan bila memerintahkan perkara mubah, maka bila di dalamnya terdapat kemaslahatan publik, maka wajib dipatuhi seperti larangan untuk merokok. Berbeda bila ia memerintahkan perkara haram, makruh atau perkara mubah yang tidak mengandung kemaslahatan publik, -maka tidak wajib dipatuhi-.“ (Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi, Nihayatuz Zain Syarh Qurratul ‘Ain, Beirut: Darul Fikr, halaman 112).
Meski berkutat dengan pemikiran Mazhab Syafi'i, Syekh Nawawi Al-Bantani tidak terjebak dalam fanatisme buta bermazhab. Salah satu pelajaran penting yang dapat ditarik dari pemikirannya ialah fleksibilitasnya dalam bermazhab yang membolehkan perpindahan mazhab atau bahkan penggabungan dua mazhab dalam satu masalah sejauh tidak bertentangan dengan pandangan ijmak, suatu konsensus yang telah disepakati ulama.
Artinya: “Soal perpindahan dari satu ke lain mazhab–meski tidak secara keseluruhan satu rangkaian ibadah–, ulama memiliki tiga pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama melarang secara mutlak. Sebagian ulama lagi membolehkan secara mutlak. Sebagian ulama lain lagi membolehkannya selama tidak menghasilkan formulasi hukum yang bertentangan dengan ijmak. Apabila bertentangan dengan ijmak, maka perpaduan mazhab dilarang seperti perkawinan tanpa mas kawin, tanpa wali, dan tanpa saksi. Sungguh perpaduan semacam itu tidak diperbolehkan oleh seorang pun dari kalangan ulama. (Syekh M Nawawi Al-Bantani, Ats-Tsimarul Yani’ah fi Riyadhil Badi’ah, [Mesir-Dar Ihya` al-Kutub al-‘Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 13).
Selesai membaca tahlil dan doa, Mahbub kembali menyiram makam Syekh Nawawi Al-Bantani dengan beberapa botol air persis sesaat sebelum meninggalkan makam ulama besar tersebut.
Syekh Nawawi hidup di hati umat Islam Indonesia. Begitu besar pengaruh Syekh Nawawi terutama bagi masyarakat Muslim di Indonesia dan pegiat kajian keislaman dari berbagai negara. Makamnya basah oleh doa dan air yang dibawa peziarah. Mulut kiai, santri, dan akademisi perguruan tinggi Islam juga selalu basah oleh namanya yang harum dan abadi. Buah pikiran pada karya-karyanya yang setidaknya puluhan judul mewarnai alam pikir Muslim Nusantara yang sampai sekarang masih mengakses karyanya. Berupa tafsir Al-Qur’an, hasyiyah dan syarah (anotasi) tauhid, fiqih, hadits, serta tasawuf dengan berbagai judul, dan juga nasihat keagamaan.
Selesai ziarah, Mahbub melompat dari makam blok 25 yang tingginya sepinggang dari permukaan jalan. Segera saya pun menyusul mengikutinya ke arah jalan raya. Kami pun beranjak meninggalkan Ma'la langkah demi langkah menuju angkutan masing-masing yang menunggu kami di tepi jalan. (Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
Tahun Baru 1447 Hijriah Jatuh Jumat Kliwon, 27 Juni 2025
2
Khutbah Jumat: Tahun Baru, Momentum Introspeksi dan Perbaikan
3
Ada-Ada Saja Pendidikan Kita (Indonesia)
4
PC Fatayat NU Lebak 2025-2030 Dilantik, Janji All Out Berkhidmat
5
Berikut Doa Akhir dan Awal Tahun
6
Ketua PCNU Kabupaten Serang: Kader NU Bukan Komentator, Harus Berperan Aktif
Terkini
Lihat Semua