• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Rabu, 1 Mei 2024

Tokoh

KH Edi Sahrowardi, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros, Kabupaten Serang (1)

Selalu Siap untuk NU, Merasa Bisa seperti Sekarang karena Berkah Mbah Hasyim

Selalu Siap untuk NU, Merasa Bisa seperti Sekarang karena Berkah Mbah Hasyim
KH Edi Sahrowardi (kiri) dan Ketua PWNU Banten KH Bunyamin Hafidz. (Foto: NUOB/Izzul Mutho)
KH Edi Sahrowardi (kiri) dan Ketua PWNU Banten KH Bunyamin Hafidz. (Foto: NUOB/Izzul Mutho)

USIANYA memang tak muda lagi. Itu tampak dari raut dan lekukan wajahnya. Jenggotnya yang dibiarkan memanjang terlihat berwarna putih semua. Suaranya cenderung lirih, karena sakit yang diidap. Namun, semangatnya tak kalah dengan yang muda. Baik dalam mengembangkan dunia pendidikan, termasuk pesantren, maupun berkhidmat di Nahdaltul Ulama (NU).



’’Saya selalu siap dimintai tolong NU. Saya bisa begini ini berkat Tebuireng, KH Hasyim (Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU). Selama13 tahun minum airnya Kiai Hasyim (mondok di Pesantren Tebuireng). Masa istilahnya guru saya, NU perlu bantuan, saya diam saja. Apapun yang saya punya, untuk NU saya siap, semampu saya,’’ tegas Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Attaufiqiyyah KH Edi Sahrowardi ditemui NU Online Banten (NUOB) setelah live Apel Hari Santri Nasional 2023 bersama Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten di Pondok Pesantren Attaufiqiyyah Baros, Ahad (22/10/2023).



Meski tidak sempat mengaji langsung dengan Mbah Hasyim—demikian Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari disapa warga NU--, Kiai Edi merasa bagian dari muridnya. Sebab, sanad keilmuan yang didapat menyambung kepada pendiri NU tersebut. ’’Dulu kalau ada kegiatan NU, jalan kaki saja saya mau, sekarang sudah punya mobil. Jadi itu. Karena saya bisa begini dibimbing Gus Dur (Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid, presiden keempat Republik Indonesia, cucu Mbah Hasyim), termasuk membentuk pola pikir saya. Punya pondok setelah diminta mendirikan oleh Gus Dur. Sekali lagi, Kiai Hasyim istilahnya, saya tidak bisa begini jika tidak 13 tahun di Tebuireng,’’ jelas pendiri pesantren yang terletak di Jl Raya Serang Pandeglang Km 14 Kp Lapang, Baros, Kabupaten Serang, Banten, itu meyakinkan.


Di antara guru ngajinya adalah KH Syansuri Badawi. Juga Gus Dur.’’Lama diajar Gus Dur, 6 tahunan di Tebuireng. Mengabdi ke Gus Dur, ngurusin
kalau ada makalah, saya yang beresin. Di Terbuireng 1970-1983. Kepada Gus Dur saya ngaji Hikam khatam, Jalalain dan Qolyubi sama beliau,’’ jelasnya.

 


Mengenakan peci warna putih, baju putih lengan panjang dipadu sarung bercorak dominan gelap, pria kelahiran Baros, Kabupaten Serang, 1953 itu melanjutkan, meski orangtuanya tidak punya pesantren, pria dua bersaudara itu memantapkan niatnya belajar di Tebuireng. Niatnya hanya mencari ilmu. Tidak ada keinginan nanti mendirikan pondok pesantren.



’’Buyut dari ibu ada yang punya pesantren. Di sekitar sini ada 5 pesantren. Ayah meninggal saat saya masih kecil. Hidup sederhana. Ibu minta saya mondok. Mulai tsanawiyah di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Lanjut aliyah. Ambil sarjana muda di Unhas (Universitas Hasyim Asy’ari) dan S1 Hukum di Undar (Universitas Darul Ulum) Jombang. Lulus aliyah diminta ikut ngajar tsanawiyah hingga kuliah. Ngajar Mustalah Hadits, Fathul Qarib, dan Bulughul Maram. Ini berkah Gus Dur,’’ terang putra dua bersaudara pasangan H  Edi Muhammad Asik dan Hj Enjeh Junaina itu. (M Izzul Mutho)


Tokoh Terbaru