• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 9 Mei 2024

Nasional

Disebut Kampiun Demokrasi saat Orba, Gus Dur Hadapi Tantangan Besar

Disebut Kampiun Demokrasi saat Orba, Gus Dur Hadapi Tantangan Besar
KH Abdurrahman Wahid. (Foto: dok NUO)
KH Abdurrahman Wahid. (Foto: dok NUO)

Banten, NU Online Banten

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, adalah kampiun demokrasi di masa Orde Baru (Orba). Demikian disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.



Menjadi seorang kampiun demokrasi, menurut Alissa, Gus Dur menghadapi tantangan yang sangat besar. Terlebih saat masa Orba, saat Soeharto, presiden kala itu, mengadopsi pendekatan developmentalisme atau pembangunan dengan menggunakan angkatan bersenjata sebagai instrumen utamanya.



Alissa menjelaskan, pada awal pemerintahan Presiden Soeharto, masyarakat yang baru saja mengalami krisis ekonomi pada 1965-1967, merasa dibawa kepada harapan dengan upaya pembangunan infrastruktur dan pertanian yang mengikuti program rencana pembangunan lima tahun (repelita).



“Tetapi semakin lama, untuk memuluskan agenda pembangunannya, Presiden Soeharto menggunakan pendekatan yang sangat representatif dengan ABRI, waktu itu TNI dan Polisi masih satu angkatan. ABRI itu betul-betul menjadi instrumen kekuasaan untuk mengatur kehidupan warga sipil,” ujarnya dalam Forum Demokrasi dan peluncuran platform Gardu.net secara virtual, Senin (8/1/2024) malam.

 


Presiden Soeharto menawarkan berbagai jenis pembangunan, tetapi pada waktu yang bersamaan, semakin intensif menggunakan pendekatan bersenjata dalam agenda pembangunannya. Salah satu contohnya adalah kasus pembangunan Waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah yang memicu perlawanan masal. Waduk Kedung Ombo mulai dibangun pada 1980 dan selesai pada 1991. 

 


Gus Dur berperan menggerakkan para pemuka agama dari berbagai latar belakang kepercayaan untuk tidak hanya memberikan khotbah, tetapi juga untuk mengonsolidasikan masyarakat sipil dan membentuk gerakan yang besar.  “Waktu itu Romo Mangun dan Gus Dur menjadi pihak-pihak yang dianggap melawan pemerintah,” paparnya dilansir NU Online.



Sekadar diketahui, pembangunan waduk seluas 6.167 hektare ini mengusir 5.391 kepala keluarga atau sekitar 25.000 jiwa di 37 Desa dan 7 kecamatan pada tiga Kabupaten. Selain itu, pada proses pembangunannya telah menenggelamkan tanah milik warga, lahan-lahan pertanian, serta sejumlah situs sejarah, yang di antaranya adalah makam pahlawan Nyai Ageng Serang. (Malik IZ)


Nasional Terbaru