• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 2 Mei 2024

Opini

Ekuivalensi Pendidikan: Kemanusiaan, Keragaman, dan Perbedaan

Ekuivalensi Pendidikan: Kemanusiaan, Keragaman, dan Perbedaan
Pendidikan. (Foto: NU Online)
Pendidikan. (Foto: NU Online)

Mencermati dua kasus viral penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat publik akhir-akhir ini mengingatkan kita pada urgensi pendidikan bagi anak juga kemanusiaan. Terlepas dari motif yang melatarbelakanginya, tentu pendidikan dan kemanusiaan harus dijadikan hal yang penting dalam sendi kehidupan.


Segi lainnya yang juga perlu dipahami yakni terkait dengan keragaman dan perbedaan, ada kasus yang juga berulang misalnya tentang perbedaan penentuan 1 Syawal. Sebagian dari kita masih alergi dengan keragaman dan perbedaan akan hal ini yang mestinya bisa disikapi dengan mempertanyakan mengapa beragam dan berbeda? Apa yang mendasari keragaman dan perbedaan? Guna menemukan jawaban bahwa kedua hal itu merupakan anugerah dalam mengarungi kehidupan.


Ketiga aspek itu relevan menurut hemat penulis untuk dibahas dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei 2023 agar tidak sekadar seremonial semata dan memaknai ekuivalensi pendidikan (keadaan sepadaan dalam hal pendidikan)


Kemanusiaan
Tidak sedikit tokoh bangsa ini yang menekankan pentingnya kemanusiaan, salah satu di antaranya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur menaruh perhatian lebih pada aspek kemanusiaan baik dari segi pemikiran, pandangan, dan gerak langkahnya.


Dalam hubungan antarmanusia, Gus Dur pernah berpesan dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur anggitan KH Maman Imanulhaq (2010) “Mari kita wujudkan peradaban di mana manusia saling mencintai, saling mengerti, dan saling menghidupi.”


Secuil kasus di awal tulisan ini setidaknya menjadi pembelajaran bagi semua kita akan pentingnya mendidik generasi muda bahwa kemanusiaan itu berharga.


Keragaman
Dunia ini tidak berisi satu warna, tetapi kompleks. Warna putih misalnya, dalam cahaya, menurut Isaac Newton (1643-1727) dalam percobaannya, warna putih merupakan perpaduan dari warna-warni, menyatu dalam satu lubang prisma dan berpendar, terpecah, menjadi beragam keluar dari lubang. Setelah melewati kaca prisma, muncul aneka rupa fraksi warna.


Lihat pelangi yang beragam warna muncul di langit sehabis hujan, dari sekadar tetesan air, terkena sinar matahari, susunan aneka warna muncul. Alam semesta ini dipenuhi warna dan perbedaan rupa, itu membuat keindahan. Susunan warna bergabung melahirkan seni.


Dunia Pendidikan pun demikian, ilmu pengetahuan yang berkembang beragam dan kadang satu dengan lainnya dapat diintegrasikan melahirkan inovasi baru. Kecerdasan anak didik di sekolah juga beragam biasa disebut kecerdasan majemuk.


Gus Dur menekankan bahwa dalam kehidupan yang banyak warna dan banyak wajah, manusia sebaiknya belajar memahami, mengerti, dan memaafkan orang lain.


Keragaman perlu dimaknai sebagai rahmat bagi semua manusia khususnya dalam upaya mendidik manusia bahwa keragaman dekat dengan kita dan manifestasi kehidupan. Keragaman itu bukan ancaman namun potensi dan modal utama untuk meramu pendidikan agar mampu hidup bersama berdampingan.


Perbedaan
Memaknai perbedaan terutama dalam hal pendidikan di Indonesia merupakan hal yang patut diupayakan. Hal ini mengingat Indonesia yang beragam agama, suku, budaya, adat dan lainnya.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perbedaan berarti beda, selisih, perihal yang berbeda; perihal yang membuat berbeda. Menurut Al Makin dalam bukunya Keragaman dan Perbedaan Budaya dan Agama dalam Lintas Sejarah Manusia (2018) perbedaan yang telah ada ini akan terus berbeda. Menyamakan dan menyeragamkan tidaklah manusiawi. Maka yang ada adalah menekankan bahwa perbedaan itu indah. Memahami dan menghargai perbedaan, tidak selalu mencari persamaan, justru sangat menolong untuk saling mengisi dalam hidup berdampingan.


Mendidik akan pentingnya perbedaan dalam dunia pendidikan menjadi hal yang utama saat ini, karena dengan memahami perbedaan maka kehidupan akan indah dan saling melengkapi bukan saling mencaci, menghakimi, menganiaya, dan berkelahi.


Sesingkat bacaan penulis di atas, maka pada dasarnya kemanusiaan, keragaman, dan perbedaan ini menjadi hal yang ekuivalen dalam pendidikan. Ketiganya sepadan dan harus terus diperjuangkan guna pendidikan Indonesia yang lebih baik, mencerdaskan dan mampu turut serta membangun peradaban dunia.


Pamungkas tulisan ini meminjam semboyan Ki Hadjar Dewantara berbahasa Jawa, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Seorang pemimpin apabila di depan harus bisa memberikan contoh atau menjadi panutan bagi yang dipimpin (warga atau peserta didik), apabila berada di tengah-tengah masyarakat harus bisa membangkitkan semangat atau memberi motivasi supaya lebih maju, atau lebih baik, apabila berada di belakang harus bisa mendorong yang dipimpin supaya senantiasa lebih maju.


Selamat Hari Pendidikan Nasional 2023.


Wallahu a‘lam bisshawab.


Singgih Aji Purnomo, Bidang Kajian dan Riset LAKPESDAM PC NU Jakarta Selatan, Redaktur NU Online Banten


Opini Terbaru