• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 20 Mei 2024

Opini

Lima Kaidah Fiqih (2)

Ketika Tidak Menemukan Solusi Melanjutkan Rumah Tangga....

Ketika Tidak Menemukan Solusi Melanjutkan Rumah Tangga....
Ilustrasi cerai. (Foto: NUO)
Ilustrasi cerai. (Foto: NUO)

SALAH satu manfaat kaidah fiqih adalah menjawab berbagai permasalahan yang rumit dalam waktu singkat, sehingga dapat menemukan pemecahan berbagai permasalahan yang diinginkan. Terdapat lima kaidah fiqih yang utama. Pertama dan kedua sudah dibahas. Selanjutnya apa?


 

Kaidah Ketiga

 

المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ


“Kesukaran/kesulitan itu dapat mendatangkan/menarik kemudahan.”


Dasar kaidah ini adalah QS Al Baqarah: 286 dan Al Hajj: 78, serta hadits Rasulillah saw; “Mudahkanlah, jangan mempersulit!” (HR Al-Bukhari: 69).

 


Contoh, hukum asal memandangi wanita nonmahram/ajnabiyyah adalah haram. Hanya, khusus saat melamar, mengajar, mengobati, dan bertransaksi, maka lelaki diberi keringanan hukum boleh, bahkan disarankan untuk melihat wanita tersebut.



Contoh lain, ketika memang tidak menemukan solusi untuk melanjutkan rumah tangga sama sekali, di saat itulah peran cerai disyariatkan.

 


Kaidah Keempat

 

الضَرَرُ يُزَالُ

“Kemudharatan harus dihilangkan.”

 


Dasar kaidah ini, lihat firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 231 dan hadist Rasulullah:
 

لا ضرر ولا ضرار . رواه أحمد و ابن ماجه و الطبراني

 


“Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Thabrani)

 


Misal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan transfer embrio ke rahim titipan, karena ada banyak dlarar/mafsadah yang ditimbulkan, seperti kerancuan bagi waris dan status ibu: pemilik ovum ataukah pemilik rahim? Selain penitipan ini juga tergolong zina jika pemilik rahim bukan istrinya yang lain.

 


Contoh lain, MUI membolehkan pengguguran kandungan dengan alasan yang dibenarkan baik secara medis maupun syariat Islam.

 


Kaidah Kelima

 

العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ


 

“Adat kebiasaan dapat dijadikan rujukan hukum.”

 


Dasar kaidah ini adalah firman Allah swt dalam QS Al-A’raf: 199. Dalam urusan rumah tangga, Allah berfirman dalam QS An-Nisa`: 19:

 

وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ

Artinya : “dan pergaulilah mereka secara patut!”

 


Kaidah kelima ini juga dilandasi oleh beberapa hadits, antara lain hadist Rasulullah SAW :
 

 فما رأى المسلمون حسنا فهو عند الله حسن و ما رأوا سيىٔا فهو عند الله سيىٔ؛

رواه أحمد

Artinya : ".... apa yang kaum Muslim anggap baik, maka baik pula menurut Allah. Dan apa yang kaum Muslim anggap buruk, maka buruk pula menurut Allah." (HR Ahmad)

 


Sebagai contoh, pembagian harta bersama/gono-gini/seuharkat merupakan hasil integrasi adat istiadat Indonesia dengan pembagian waris ‘ala fiqh, yang kemudian diakomodir dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 90. Juga contoh soal batas minimal dan maksimum waktu haidl, suci, hamil, dan monopouse, ini semua terikat dengan adat istiadat masing-masing. (Habis)

 


H Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir, Ketua PCNU Kabupaten Serang, Pengasuh Ponpes Moderat At-Thohiriyah Pelamunan



Sumber: Abdurrahman As-Seggaf, Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, (Tarim: Maktabah Tarim Al-Haditsah, 2021), 249, 341; Fatwa MUI no. 4 tahun 2005 tentang aborsi, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 462, 856.


Opini Terbaru