• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Senin, 29 April 2024

Opini

Lima Kaidah Fiqih (1)

Kaidah Fiqih, Menjawab Permasalahan Rumit

Kaidah Fiqih, Menjawab Permasalahan Rumit
Ilustrasi hidup berumah tangga. (Foto: Freepik)
Ilustrasi hidup berumah tangga. (Foto: Freepik)

QOWAID fiqhiyyah atau kaidah fiqih adalah kaidah atau dasar fiqih yang bersifat umum yang mencakup hukum-hukum parsial syara secara menyeluruh dari berbagai bab atau bagian dalam masalah-masalah yang masuk di bawah cakupannya.  Salah satu manfaat kaidah fiqih adalah menjawab berbagai permasalahan yang rumit dalam waktu singkat, sehingga dapat menemukan pemecahan berbagai permasalahan yang diinginkan. 



Dalam dunia hukum keluarga Islam yang perkembangannya sangat cepat, pemahaman kaidah fiqih sangat penting bagi seorang Muslim, guna menentukan hukum atas permasalahan yang ditemui di dalam rumah tangga dan interaksi sosial.

 


Terdapat lima kaidah fiqih yang utama, yaitu :

Kaidah Pertama

 

الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا


“Setiap sesuatu bergantung pada maksud/niat pelakunya”


Dalil kaidah ini antara lain adalah firman Allah SWT :

وَلَيۡسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ۬ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡ

 


Artinya: “Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS Al Ahzab: 5)

 


Hadist Rasulullah dari Sahabat Umar bin Khattab ra:


 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوى

 


“Sesungguhnya amal tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya."

 


Contohnya adalah saat seorang suami berniat di hati menceraikan istrinya, tapi tidak sampai mengucapkannya, maka cerai tersebut tidaklah jatuh. Contoh lain, jika ada seorang suami tergolong awam, sama sekali tidak mengetahui bahasa Arab, termasuk arti kata “talak”, lalu ia mengucapkan kata talak tersebut ke istrinya, maka tidaklah jatuh talak sebab di hatinya tidak terbersit niatan hendak menceraikan istrinya. 

 

Kaidah Kedua
 

اليَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّك


’’Keyakinan tidak bisa dihilangkan hanya karena adanya keraguan.’’

 


Dasar kaidah ini hadist Rasulullah saw:


 

إن الشيطان ليأتى احدكم وهو فى صلاته فيقول له أحدثت فلا ينصرف حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا؛ رواه إبن ماجه و أحمد



Artinya: “Sesungguhnya setan akan mendatangi salah satu dari kalian yang sedang melaksanakan shalat, lalu berkata kepadanya “engkau telah hadats”. (Jika itu terjadi) Maka janganlah berpindah (membatalkan shalatnya) sampai dia (orang yang shalat) mendengar suara atau mencium bau.” (HR Ibnu Majah & Ahmad)



Contohnya adalah sebagai wali mujbir, seorang ayah menikahkan putrinya karena yakin sang putri masihlah perawan. Lantas saat akad nikah berjalan ada empat wanita bersakti bahwa sang putri itu janda, maka akad nikahnya tidaklah batal, sebab bisa jadi keperawanannya hilang sebab tergores jari-jemari atau kuku, dan hukum dasar yang diyakini adalah tetapnya sifat perawan dalam diri sang putri.
 


Contoh lain, ketika sepasang suami-istri telah lama berumah tangga, lalu sang istri mengadu sudah lama tidak diberi sandang pangan dan nafkah, maka yang dibenarkan oleh pengadilan adalah pengakuan sang istri, karena prinsip dasarnya kedua kewajiban ini menjadi tanggung jawab suami, namun ia tidak menjalankannya. (Bersambung)

 


H Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir, Ketua PCNU Kabupaten Serang, Pengasuh Ponpes Moderat At-Thohiriyah Pelamunan

 

Sumber: Abdurrahman As-Seggaf, Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, (Tarim: Maktabah Tarim Al-Haditsah, 2021), 19, 43,179; Muhammad Al-Khathib asy-Syirbini, Al-Mughni syarh Minhaj at-Thalibin, (Bairut: Dar al-Fikr, t. th), 280/3.


Opini Terbaru