Opini

Membangun Nusantara Baru dengan Spirit KH Syam’un

Jumat, 8 November 2024 | 10:32 WIB

Membangun Nusantara Baru dengan Spirit KH Syam’un

Brigjen KH Syam'un (Dok-Istimewa)

INDONESIA dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Di balik perkembangan Islam di Nusantara, pondok pesantren memiliki peran sentral dalam membentuk karakter bangsa. Salah satu tokoh yang mewakili perjuangan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan sekaligus memberikan contoh kepemimpinan visioner adalah Brigjen KH Syam’un, seorang  ulama dan pahlawan nasional asal Banten. Namun, tantangan yang dihadapi santri saat ini jauh berbeda dengan masa perjuangan KH Syam’un. Era globalisasi dan kemajuan teknologi menuntut  santri untuk tidak hanya memahami agama secara mendalam, tetapi juga mampu berkontribusi di  kancah global.




Spirit KH Syam’un: Teladan Kepemimpinan dan Keberanian

KH Syam’un lahir di Banten dan menjadi salah satu ulama yang gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai seorang santri yang mendalami ilmu agama di Makkah, KH Syam’un memahami pentingnya integrasi antara ilmu agama dan peran sosial dalam kehidupan sehari-hari. Kiai Syam’un tak hanya membangun spiritualitas umat, tetapi juga menjadi sosok pemimpin  yang berani melawan penjajah. Menurut KH Ahmad Dimyathi Badruzzaman dalam biografinya,  KH Syam’un memimpin dengan keteladanan yang kuat, menggabungkan antara pemahaman agama yang dalam dengan kecintaan kepada tanah air.




Warisan perjuangan KH Syam’un menjadi refleksi penting bagi santri masa kini. Dalam menghadapi dunia modern, semangatnya mengajarkan bahwa santri harus menjadi agen  perubahan di masyarakat. Tidak hanya sekadar menjaga nilai-nilai Islam, tetapi juga berani tampil sebagai pemimpin yang berjuang untuk kebaikan umat, baik di tingkat lokal maupun global.




Tantangan Globalisasi dan Tuntutan Visioner bagi Santri

Seiring dengan pesatnya perkembangan global, dunia menghadirkan tantangan baru bagi para santri. Menurut Azyumardi Azra, cendekiawan Muslim, globalisasi telah mengubah cara kita melihat dunia, memaksa kita untuk memadukan tradisi keislaman dengan pengetahuan dan keterampilan modern.



Hal ini berarti bahwa santri saat ini tidak bisa hanya terpaku pada pengetahuan agama, tetapi juga harus memperluas wawasan mereka dengan keterampilan teknologi, bahasa asing, dan ilmu pengetahuan lainnya. Di era globalisasi harus memiliki visi yang jelas untuk membawa Islam dan Nusantara ke panggung dunia. Sebagaimana dicontohkan KH Syam’un yang berani keluar dari zona nyaman dengan memimpin rakyat Banten melawan kolonial, santri masa kini pun dituntut untuk keluar dari keterbatasan lokal dan berpikir global.


Globalisasi menawarkan banyak peluang, termasuk kolaborasi internasional, pertukaran budaya, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Santri harus mampu menguasai teknologi digital, memahami perkembangan dunia, dan berperan aktif dalam isu-isu global seperti lingkungan, hak asasi manusia, dan ekonomi syariah.


Dalam QS Al-Hujurat ayat 13, Allah swt berfirman: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal..." Ayat ini mengandung makna mendalam bahwa umat manusia, termasuk santri. Dituntut untuk saling mengenal satu sama lain di  tingkat global. Ini adalah landasan teologis bagi santri untuk berinteraksi secara global dengan tetap menjaga identitas keislaman dan keindonesiaannya.


Membangun Nusantara Baru dengan Visi Global

Konsep Nusantara Baru bukan hanya tentang membangun Indonesia yang lebih modern, tetapi juga mengintegrasikan semangat keislaman dengan keterbukaan terhadap dunia luar. Santri harus menjadi garda terdepan dalam mempromosikan Islam rahmatan lil alamin yang damai dan moderat, serta menjadi duta perdamaian dan kebudayaan Indonesia di dunia internasional. Seperti yang dikutip dari artikel yang ditulis oleh Nadirsyah Hosen di website NU Online, Santri memiliki peran strategis dalam memperkenalkan Islam Nusantara yang moderat dan inklusif, yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar tradisi keislaman.



Dengan memegang teguh prinsip-prinsip Islam, santri memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam diplomasi internasional, pendidikan global, serta pengembangan ekonomi syariah yang kini telah mendunia. Santri harus mengambil peran aktif dalam konferensi internasional, memperjuangkan keadilan sosial, dan memperkuat hubungan dengan negara-negara Muslim lainnya.


Dalam perjalanan menuju visi global, santri harus meneladani KH Syam’un yang tidak pernah berhenti belajar dan berjuang. Kiai Syam’un adalah contoh nyata bagaimana santri bisa berperan lebih dari sekadar ulama lokal, tetapi juga sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan besar. Semangatnya harus menjadi inspirasi bagi santri masa kini untuk mendunia dengan visi yang jelas  dan keberanian yang teguh.


Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR Ahmad). Hadits ini menjadi landasan  penting bahwa santri tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga harus memberikan manfaat bagi umat dan dunia.


Santri visioner adalah mereka yang mampu menghadirkan Nusantara Baru dengan semangat globalisasi, namun tetap memegang teguh akar keislaman dan semangat kebangsaan. KH Syam’un memberikan teladan yang sempurna tentang bagaimana santri harus memimpin, berjuang, dan berkontribusi, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia. Dalam era globalisasi, santri harus mendunia tanpa melupakan jati diri sebagai anak bangsa yang berakar kuat pada tradisi Islam.


Santri masa kini dan masa depan harus terus memperluas wawasan mereka, mengambil peran di kancah internasional, dan tetap menjaga spirit KH Syam’un: berani, visioner, dan selalu memberikan manfaat bagi umat. Dengan demikian, santri akan menjadi pionir dalam membangun Nusantara Baru yang terhubung dengan dunia, membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.


Maylitha Luciona Demorezza, Mahasiswi, Yayasan Al-Mahbubiyah Jakarta Selatan