• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 7 Mei 2024

Opini

Ciri Khas Hukum Islam (2)

Teks Hukum Islam Membuka Peluang Memerankan Akal sebagai Perangkat Utama Berijtihad

Teks Hukum Islam Membuka Peluang Memerankan Akal sebagai Perangkat Utama Berijtihad
Ilustrasi pernikahan. (Foto: NOJ/Saif)
Ilustrasi pernikahan. (Foto: NOJ/Saif)

KARENA bersumber dari wahyu Allah swt, yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh sunah Rasulullah saw, hukum Islam memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari hukum lain, yaitu pertama, sempurna (syumuliyyah), sudah dibahas sebelumnya. Selanjutnya adalah berikut ini.

 


Kedua, Elastis-Fleksibel (Al-Murunah)

Sifat dan karakteristik hukum Islam yang kedua adalah elastis, artinya mudah diubah bentuknya, mudah kembali ke bentuk asal, lentur, dan luwes. Sifat elastis ini mencakup segala bidang kehidupan manusia, baik jasmani dan rohani, baik mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun hubungan interaksi sesama ciptaan Tuhan, juga termasuk tuntunan mengenai kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Dari sini, hukum Islam meliputi bidang thaharah wal ibadat, muamalah wal amwal, munakahat, mawarits, jinayat, siyasah was siyar, dan lain-lainnya.



Segala aturan ini tidak berarti menjadikan hukum Islam hanya memiliki dogma yang kaku-beku (jumud), keras, dan memaksa. Tidak sama sekali. Justru dalam banyak bidang tersebut, Allah dan Rasul-Nya hanya mencantumkan prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan pelaksanaan kewajiban secara garis besar. Dengan demikian, dogma dan teks hukum Islam membuka peluang untuk memerankan akal sebagai perangkat utama berijtihad, memilah-milih pendekatan yang paling mashlahat bagi pelaksana dan ideal pula dengan keadaan.

Perubahan hukum Islam yang elastis ini dapat kita lihat pada kasus hukum menikah bagi seseorang, sebagai contohnya. Dalam kacamata hukum Islam, nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara kasuistik).



Hukum nikah akan berbeda disesuaikan dengan kondisi seseorang dan bersifat khusus sehingga hukumnya tidak bisa digeneralisasi. Lebih lanjut, Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitab Al-Fiqhi al-Manjhaji memerinci hukum-hukum tersebut sebagai berikut:

 


Sunah

Hukum nikah adalah sunah karena nikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana hadits Nabi riwayat Al-Bukhari nomor 4779 yang artinya, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”

 


Sunah Ditinggalkan

Nikah dianjurkan atau disunahkan baiknya tidak dilakukan. Ini berlaku bagi seseorang yang sebenarnya menginginkan nikah, namun tidak memiliki kelebihan harta untuk ongkos menikah dan menafkahi istri. Dalam kondisi ini sebaiknya orang tersebut menyibukkan dirinya untuk mencari nafkah, beribadah dan berpuasa sambil berharap semoga Allah mecukupinya hingga memiliki kemampuan. Hal ini senada dengan firman Allah SWT Surat An-

Nur ayat 33 yang artinya, “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”



Dalam konteks ini, jika orang tersebut tetap memaksakan diri menikah, maka ia dianggap melakukan tindakan yang dihukumi khilaful aula, yakni kondisi hukum ketika seseorang meninggalkan apa yang lebih baik untuk dirinya.

 


Makruh

Nikah adalah makruh. Ini berlaku bagi seseorang yang memang tidak menginginkan nikah, entah karena perwatakannya demikian, ataupun karena penyakit. Ia pun tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Jika dipaksakan menikah, dikhawatirkan bahwa hak dan kewajiban  dalam  pernikahan  tidak  dapat  tertunaikan,  justru  berakibat

hukum menikah menjadi haram dalam suatu kondisi yang lebih kritis lagi. Jelaslah dari sekelumit kasuistik hukum nikah di atas ini, betapa fleksibel- elastisnya hukum Islam sehingga dapat menjawab perkembangan masa dan keadaan. (Bersambung)

 



H Muhammad Robi Ulfi Zaini Thohir, Ketua PCNU Kabupaten Serang, Pengasuh Ponpes Moderat At-Thohiriyah Pelamunan

 


Sumber:

Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syâfi’i, (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), 17/IV.


Opini Terbaru