Keislaman

Apa Boleh Panitia Mengambil Bagian Kurban?

Senin, 26 Juni 2023 | 14:39 WIB

Apa Boleh Panitia Mengambil Bagian Kurban?

Ilustrasi status panitia kurban. (Desain NU Online Banten/Reno S.)

IDUL Adha atau Lebaran Kurban merupakan momentum orang-orang Islam berkurban. Waktunya, setelah Shalat Idul Adha pada 10 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah. Dalam Kitab Al-Majmu’ dijelaskan, sah menyembelih kurban dengan hewan jantan dan betina berdasarkan ijma’ ulama.

Tentang lebih utama mana, lama beda pendapat. Pendapat yang sahih, yang dijelaskan oleh Asy-Syafii dalam kitab Al- Buwaithi dan disepakati banyak ulama, bahwa yang lebih utama adalah hewan jantan dari pada yang betina.

Sedangkan terkait pembagian kurban, ulama menganjurkan daging kurban sunnah dibagi menjadi 3 bagian. Daging kurban dianjurkan untuk dimakan sendiri oleh pemiliknya, disedekahkan ke fakir miskin, dan dihadiahkan kepada orang lain. (I’anatut Thalibin 2/379)

Dalam Kitab Fathul Mu’in dan I’anatut Thalibin juga dijelaskan, wajib menyedekahkan daging kurban dalam keadaan mentah, walaupun kepada 1 orang fakir dari kurban sunnah. Ini supaya orang miskin tersebut bisa mendayagunakan daging tersebut sesuai keinginannya, seperti dijual atau yang lain.

Adapun yang melaksanakan kurban nadzar, tentu berbeda dengan yang melaksanakan kurban sunnah. Imam Nawawi mengatakan, jika seseorang bernadzar menyembelih hewan kurban, maka hak kepemilikannya terhadap hewan tersebut menjadi hilang, karena nadzar. Hewan tersebut menjadi milik orang miskin. Bagi yang bernadzar tidak boleh mendayagunakan hewan tersebut dengan dijual, hibah, wasiat, gadai, dan sebagainya. Dan hewan tersebut tidak boleh diganti dengan yang sepadan atau yang lebih baik. (Al-Majmu’ 8/364)

Kemudian, bagaimana status panitia kurban? Seperti diketahui, ibadah kurban, mulai pembelian, penyembelihan hingga pembagian, bisa dilakukan sendiri dan bisa juga diwakilkan.

Mewakilkan ini bisa ke perorangan, misalnya ke kiai, atau ke organisasi, misalnya pengurus masjid, pengurus kampung, dan sebagainya. Dengan demikian, panitia kurban statusnya adalah sebagai wakil dari mudlahhi (pemilik kurban).

Panitia kurban dalam menerima amanat biasanya ada dua bentuk. Pertama, mudlahhi (pemilik kurban) datang langsung dengan membawa hewan kurban. Maka panitia menerima hewan kurban tersebut.

Hendaknya panitia menanyakan dahulu: “Apakah ini kurban sunnah atau kurban wajib karena nadzar?” Jika kurban sunnah, maka mudlahhi berhak mendapat bagian. Dan jika kurban nadzar, maka tidak boleh mendapat bagian dari kurban, baik dirinya maupun keluarga yang ia nafkahi.

Kemudian panitia kurban menuntun mudlahhi untuk niat melakukan kurban (baik saat penyerahan maupun saat penyembelihan), jika kurban sunnah. Dan jika kurban nadzar, tidak wajib niat. (Hasyiah Al-Bajuri 1/296)

Kedua, mudlahhi (pemilik kurban) menyerahkan uang ke panitia untuk dibelikan hewan kurban. Hal ini berdasarkan fatwa ulama Yaman:

في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المحتصر ما نصه: (سئل) رحمه الله تعالى : جرت عادة اهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أوالأضحية ويذبحه في مكة ، والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذالك أولا؟ أفتونا (الجواب) نعم ، يصح ذلك ، ويجوز التوكيل في شرا ء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ، ولو ببلد غير بلد المضحي والعاق

Dijelaskan dalam fatwa Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, pengarang syarah Ibnu Hajar dalam Al-Mukhtashar (Minhaj Al-Qawim) bahwa beliau ditanya tentang kebiasaan penduduk Jawa yang mewakilkan kepada seseorang untuk membelikan hewan ternak bagi mereka di Makkah, untuk Aqiqah maupun kurban, dan disembelih di Makkah. Padahal orang yang diaqiqahkan atau disembelihkan kurban berada di Jawa. Sahkah hal itu? Berilah fatwa kepada kami. Jawab: Ya hal itu sah. Boleh mewakilkan orang lain untuk membelikan kurban atau aqiqah dan penyembelihannya, meski di luar negara orang yang berkurban dan aqiqah.’’ (I’anatut Thalibin 2/381)

Karena berstatus wakil, maka panitia tidak boleh mengambil bagian dari kurban kecuali mendapat izin. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Al-Azhar, Ibrahim Al-Bajuri:

ولا يجوز له أخذ شيئ الاإن عين له الموكل قدرا منها

’’Tidak boleh bagi wakil mengambil sesuatu kecuali telah ditentukan oleh muwakkil (pemilik kurban) untuk mengambil bagian tertentu darinya.” (Hasyiah Al-Bajuri 1/387)

Oleh karenanya supaya menjadi “boleh dan halal”, maka panitia perlu menyampaikan di awal bahwa panitia akan meminta bagian dari hewan kurban tersebut.

Wallahu a’lam bis shawab

Dikutip: Kiai Ma'ruf Khozin, Buku Saku Sukses Qurban Sesuai Tuntunan-Invest Masa Depan, Aswaja NU Center PWNU Jatim dan LTN PBNU