Keislaman

Berikut Ini Hukum Merayakan Isra’ Mi’raj

Rabu, 7 Februari 2024 | 21:09 WIB

Berikut Ini Hukum Merayakan Isra’ Mi’raj

Ilustrasi Isra' Mi'raj. (Foto: NUO)

TAHUN ini, 27 Rajab bertepatan dengan Kamis, 8 Februari 2024. Alhasil malam Kamis sesuai kalender Hijirah sudah masuk 27 Rajab 1445 H. Momentum tersebut masyhur dengan Isra’ Mi’raj.


Dalam kesempatan ini mengutip NU Online disajikan hukum merayakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Sebagaimana lumrah dirayakan oleh umat Islam di belahan dunia, Isra’ Mi’raj juga diperingati oleh banyak Muslim di Indonesia.

 


Isra Mi’raj adalah dua peristiwa luar biasa dalam Islam. Allah swt memperjalankan Nabi Muhammd dari Masjidilharam Makkah, menuju Masjidilaqsha Palestina. Kemudian Nabi pergi melintasi lapisan-lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau pengetahuan malaikat, manusia, maupun jin, dengan mengendarai buraq.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:


 

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرى بِعَبْدِه لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَه لِنُرِيَه مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ


 



Artinya: “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS Al-Isra’ [17]: 1)



Lalu, bagaimana hukum perayaan Isra’ Mi’raj? Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Makki al-Hasani membahas satu bab khusus perihal hukum merayakan hari-hari besar dalam Islam, seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, dan malam Nishfu Sya’ban.
 



جَرَتْ العَادَةُ أَنْ نَجْتَمِعَ لِاِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ وَذِكْرَى الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ، وَفِي اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌ لَا صِلَةَ لَهُ بِالتَّشْرِيْعِ الْحُكْمِي، فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْسُنَّةٌ، كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ




Artinya: “Telah berlaku suatu tradisi, yaitu berkumpul untuk mengenang beberapa peristiwa bersejarah, seperti Maulid, memperingati Isra’ Mi’raj. Dalam anggapan kami, semua ini adalah murni tradisi yang tidak memiliki hubungan dengan hukum syariat, sehingga tidak bisa dianggap anjuran atau sunnah, sebagaimana ia tidak bertentangan dengan pokok dan beberapa pokok agama Islam.” (Sayyid Muhammad, al-Anwaru al-Bahiyyah min Isra wa Mikraji Khairil Bariyyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 83)



Lebih lanjut, Sayyid Muhammad menegaskan bahwa perayaan itu tidak bisa dianggap terpuji, juga tidak bisa dianggap tercela. Orang yang melakukannya tidak mendapatkan apa-apa. Hanya, jika semua itu dilakukan dalam rangka untuk berdzikir, membaca shalawat, melakukan kebajikan, atau sekadar manifestasi cinta kepada Nabi, maka ini cukup menjadi alasan untuk mendapatkan rahmat dari Allah dan anugerah dari-Nya.



 اِنَّ مُجَرَّدَ اجْتِمَاعِهِمْ هَذَا عَلَى ذِكْرِ الله وَمَحَبَّةِ رَسُوْلِ اللهِ كَافٍ فِي اسْتِجْلَابِ رَحْمَةِ اللهِ وَفَضْلِهِ
 


Artinya: “Sungguh sekadar berkumpulnya manusia dalam hal ini (merayakan Isra Miraj) dengan berdzikir, dan cinta kepada Rasululah, sudah cukup dijadikan alasan untuk bisa mendapatkan rahmat Allah dan anugerah dari-Nya.” (Sayyid Muhammad: 84)


Selain itu, Sayyid Muhammad menyatakan bahwa jika motif dan tujuan dalam merayakan Isra’ Mi’raj adalah murni karena Allah semata, maka semua itu akan menjadi perbuatan ibadah yang diterima oleh-Nya.

 


 اِنِّي أَعْتَقِدُ أَنَّ اجْتِمَاعَ هَؤُلَاءِ النَّاسِ مَا دَامَ لِلهِ فَاِنَّهُ مَقْبُوْلٌ عِنْدَ اللهِ



Artinya: “Saya berkeyakinan, bahwa perkumpulan manusia (untuk merayakan Isra’ Mi’raj) selama (tujuannya) karena Allah, maka perbuatan itu akan diterima oleh Allah (berpahala).” (Sayyid Muhammad: 84)



Berbeda dengan pendapat Sayyid Muhammad di atas, Syekh Syauqi Ibrahim Allam, salah satu mufti besar Mesir. Dia pernah ditanya perihal hukum merayakan Isra’ Mi’raj pada 27 Rajab, sebagaimana lumrah terjadi di belahan dunia. Kemudian menjawab bahwa perayaan tersebut hukumnya sunnah.
 



 اِحْيَاءُ لَيْلَةِ ذِكْرَى الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ بِالْقُرْبَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ هُوَ مَرْغُوْبٌ فِيْهِ شَرْعًا، وَفِيْهِ تَعْظِيْمٌ تَكْرِيْمٌ لِلنَّبِي
 


Artinya: “Menghidupkan malam dalam rangka memperingati Isra’ Mi’raj dengan perbuatan ibadah yang bermacam-macam adalah dianjurkan secara syariat, di dalamnya terdapat bentuk mengagungkan dan memuliakan pada Nabi.” (Syekh Dr. Syauki, Darul Ifta al-Mishriyah, nomor fatwa 14336, 05 April 2018).


Dengan demikina dapat disimpulkan bahwa merayakan Isra’ Mi’raj hukumnya diperbolehkan bahkan dianjurkan jika tujuannya murni karena Allah dan cinta pada Rasulullah. Orang-orang yang merayakannya dengan perbuatan ibadah akan mendapatkan pahala dari Allah. Demikian penjelasan perihal hukum merayakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad.

Wallahu a’lam




Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur