• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Jabatan Titipan Allah

Jabatan Titipan Allah
Ilustrasi jabatan. (Foto: Freepik)
Ilustrasi jabatan. (Foto: Freepik)

JABATAN dan kekuasaan bagai ungkapan setali tiga uang. Seorang pejabat sudah pasti akan melekat pada dirinya segenggam kekuasaan. Dia memiliki kata sakti atas anak buah yang dipimpinnya. Begitu jika seseorang yang memiliki kekuasaan, kebanyakan dari mereka adalah seorang 'pejabat'. Sebagai orang yang dengan telunjuknya, banyak persoalan dapat terselesaikan.

 


Pejabat sejatinya adalah perwakilan Allah di muka bumi untuk mengatur volume dan menangkap sinyal langit, kemudian ditransmisikan ke bumi. Dari otaknya yang encer dan cemerlang, muncul gagasan visioner, solutif, dan berdaya manfaat. Seorang pejabat akan menentukan corak dan roman suatu komunitas di mana dia menjabat.

 


Apapun jabatan yang melekat pada seseorang, mulai dari pejabat pemerintahan, pejabat korporasi, pejabat organisasi kemasyarakatan, dan seterusnya, pejabat adalah manusia pinilih (to be chosen) dan kinasih (to be loved). Para pejabat dipilih dari kumpulan manusia yang beraneka ragam kepentingan, dan dia akan menyuarakan setiap dari suara mereka yang memilihnya. Allah memberikan kekuasaan dan jabatan terhadap siapapun yang dikehendaki, seperti tergambar dalam Al-Qur’an, Surat Ali Imran, Ayat 26, Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik Kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 


Pejabat juga manusia yang terkasih, jika dia tidak dikasihi, maka tidak akan mungkin menjadi pejabat, kecuali titip jabatan dan titipan pejabat. Kedua ungkapan terakhir ini, sungguh merusak tatanan kohesivitas dan harmoni kehidupan karena menabrak ketentuan Allah karena Dia mengajarkan kepada manusia agar melakukan trilogi penghambaan hidup yakni, ikhtiar, doa, dan tawakal. Namun, dengan sistem titip menitip, apalagi, yang dititip bermental preman dan ber-IQ jongkok, serta ketrampilan interpersonal yang minus, maka akan menimbulkan ketidakadilan dan goncangan sosial lantaran mereka yang dititip tidaklah melewati apa yang diperintahkan-Nya yaitu ikhtiar, doa, dan tawakal.

 


Dunia memang sudah terbalik. Jabatan dan kekuasaan bagi mereka yang hanya berpikir materialistis, bertindak konsumtif, dan bergaya hidup hedonis, adalah tujuan utama karena dengan jabatan itu, semua keinginan hawa nafsunya akan terpenuhi mulai dari menumpuk harta, bertahta yang lebih lama, hingga eksistensi yang fana. Mereka lupa bahwa semua itu hanya tipuan mata semata dan kilatan fatamorgana.

 


Budaya terselubung dan serong 'titip-menitip jabatan' harus secepatnya diakhiri dan lebih mengedepankan merit system yakni sebuah sistem rekrutmen berdasarkan kualifikasi dan kompetensi menafikan embel-embel atau latar belakang calon pejabat.



Jika ini dilakukan, maka seorang pejabat akan ditaati bukan karena dia menakutkan tetapi karena integritas yang dimiliki. Pada akhirnya, jabatan adalah titipan Allah bukan titipan manusia dan seluk beluk jabatan tersebut, akan dipertanggungjawabkan kelak setelah manusia purnatugas di dunia. Maka, selagi menjabat dan berkuasa, gunakan jabatan itu sebijak mungkin dan hindari bertindak serong terhadap jabatan apalagi melakukan abuse of power.

Semoga!
Wallahu A’lamu Bisshawab

 


K Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah MWCNU Bayah; Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak dan Pengurus MUI Kabupaten Lebak; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot & Sabilillah, Mojosari, Malang, Madrasah Aliyah Nahdlatul Muslimin Kudus, serta Universitas Diponegoro Semarang.


Opini Terbaru