Kiai Hadi Susiono Panduk
Kolomnis
Siklus Ramadhan kembali bergulir. Umat Islam merayakan bulan suci tersebut dengan penuh khidmat. Ramadhan berisikan ajaran tata nilai yang adiluhung dengan ritus puasa di dalamnya. Seorang Muslim dituntut menjadi pribadi yang dapat memancarkan rasa empati kepada sesama tanpa menyekatkan diri pada kekhususan agama, ras, suku, golongan atau antar bangsa.
Seorang yang menjalani laku puasa, diharapkan dapat secara konsisten menebarkan cinta kasih secara universal, mereduksi bahkan mengeliminasi perbuatan tercela,dan menjadi role model dalam kehidupan. Maka, akan sangat merugi bagi mereka yang menjalankan ritus Ramadhan, jika tidak dibarengi dengan side-effect positif setelahnya. Ramadhan dipandang sebagai medium olah rasa dan olah raga bagi mereka yang berkeinginan meng-upgrade diri dan menjelma menjadi saleh secara personal dan komunal.
Manifestasi Puasa Ramadhan
Keadaan dunia sedang tidak baik-baik saja. Perang fisik terjadi antara Rusia-Ukraina, genjata senjata antara Israel dan Hamas yang masih rapuh, dan ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan yang bisa saja meletus setiap saat. Konflik dan peperangan sebagaimana disebut, menyadarkan kepada kita sebagai bangsa harus senantiasa mempersiapkan segala kemungkinan terburuk, prepare for the worst.
Indonesia berada di pusaran pertarungan geopolitik Amerika-Tiongkok di mana dinamika geopolitik di Asia Pasifik, terkait revalitas negara-negara besar berpotensi memicu perang terbuka, dan hal ini mengancam negara-negara kawasan.
Dunia begitu cepat berubah. Situasi kawasan regional bahkan internasional tidak mudah diterka. Lebih lanjut, Indonesia berada di kawasan yang paling dinamis dan cenderung bergejolak karena revalitas kekuatan besar yakni Amerika-Tiongkok. Laut Tiongkok Selatan, Laut Tiongkok Timur, Semenanjung Korea, Selat Taiwan dan Pasifik Selatan adalah titik-titik panas di kawasan karena menjadi bagian dari proyeksi kekuatan negara-negara adi daya dunia.
Sekuensi peristiwa tersebut, menambah kekhawatiran dan ketidakmenentuan tatanan kehidupan global. Disadari atau tidak, Indonesia akan terdampak. Nilai-nilai Ramadhan harus dapat menjawab persoalan dunia dan kebangsaan Indonesia, sebagai manifestasi dari ritual puasa. Puasa mengajarkan pengekangan dan mengalahkan hawa nafsu. Nilai Ramadhan yang esensial ini, harus dapat diterjemahkan dalam segala aspek berbangsa dan bernegara.
Baca Juga
Ramadhan Bulan Berbagi
Para pemimpin di Indonesia, tidak keukeuh, dan ambisius melanggengkan kekuasaan dengan cara menabrak konstitusi. Para pejabat harus lebih memprioritaskan program kerakyataan, kesejahteraan dan kemakmuran, daripada program untuk kelompok, partai dan keluarga. Menuruti keserakahan hawa nafsu dalam berkuasa akan berujung pada penyelewengan kekuasaan, abuse of power, dan melahirkan tirani otoritarian.
Dengan berpuasa, umat Islam diajari bagaimana harus memiliki kepedulian sosial bagi sesama anak bangsa Indonesia. Kedermawanan harus digelorakan pada ranah publik Kepekaan dan empati harus terus disemai dan diaplikasikan secara masif sebagai manifestasi ajaran cinta kasih. Hal ini, selaras dengan bahasa agama, “sayangilah penghuni bumi, maka penghuni langit akan menyayangimu.” Ajaran tersebut menandaskan sikap mental saling asah, asih dan asuh dalam rangka menjalin harmoni kemanusiaan.
Dalam konteks keindonesiaan, pemerintahan Prabowo-Gibran sedang menjalankan berbagai program kerakyatan semisal, Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis. Kedua program tersebut adalah bukti cinta kasih kepada anak-anak Indonesia agar terhindar dari masalah gizi buruk dan stunting serta mendukung tumbuh kembang anak-anak, kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air dan agar mereka terhindar dari berbagai penyakit karena terdeteksi lebih awal.
Nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam puasa Ramadhan harus terus dikoneksikan dengan kebijakan publik, sehingga akan melahirkan program-program pro-wong cilik. Di samping itu, pelbagai program heroik untuk kesejahteraan, pengentasan jumlah masyarakat miskin di Indonesia harus benar-benar terealisasikan. Mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia juga menjadi prioritas pemimpin, sehingga tidak ada warga Indonesia yang merasa diterlantarkan dan dianaktirikan bahkan di negerinya sendiri.
Puasa Ramadhan juga melukiskan nilai perdamaian, baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain. Nilai perdamaian dan keakuran dalam interaksi sosial sebagai anak bangsa harus terus dijaga. Keterpecahan kohesivitas bangsa Indonesia harus dihindari, dengan cara setiap komponen anak bangsa memiliki tujuan dan visi yang sama dalam berbangsa dan bernegara yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam perspektif global, bangsa Indonesia juga senantiasa dapat melaksanakan secara konsisten tentang ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Datangnya bulan suci Ramadhan adalah berkah bagi umat manusia. Seorang Muslim harus memaknai Ramadhan sebagai bulan start up yang ditandai dengan tren kesalehan pribadi dan sosial yang meningkat, bullish, karena predikat maraton akhir Ramadhan adalah melekatnya ketaatan kepada Tuhan, yang dijelmakan dalam usaha-usaha kemaslahatan sosial dan membumikan nilai-nilai adiluhung Ramadhan di Bumi Zamrud Khatulistiwa tercinta.
Semoga!
Kiai Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim, Kelahiran Kudus, Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Lebak
Terpopuler
1
Dakwah Harus Berbentuk Aksi Nyata, Bukan Hanya Berhenti di Atas Mimbar
2
Temui Menkum, Mudir 'Ali Sampaikan Keabsahan JATMAN 2024-2029
3
Sampaikan Belasungkawa, Presiden Prabowo Ingat Momen Paus Fransiskus ke Jakarta
4
Khutbah Jumat: Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Selanjutnya
5
Ketum PBNU Respons Kritik AS soal Aturan Sertifikasi Halal di Indonesia
6
Sampaikan Dukacita, Ketum PBNU Kunjungi Kedubes Vatikan
Terkini
Lihat Semua