Opini

Santri Mendunia Berbasis Kenusantaraan Baru

Ahad, 3 November 2024 | 15:42 WIB

Santri Mendunia Berbasis Kenusantaraan Baru

Logo Hari Santri 2024. (Ilustrasi: NU Online/Aceng Darta)

INDONESIA dihuni berbagai suku, agama, ras dan antargolongan. Terdiri lebih dari 279 juta jiwa yang menyebar dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa serta pulau kecil sekitar 17.504. Dari sisi penganut agama, Indonesia menjamin berbagai agama hidup berdampingan, seperti Islam, Protestan, Katolik, Budha, Konghucu. Keberagaman juga terjadi pada 721 bahasa daerah di Indonesia (id.m.wikipedia.org).



Indonesia bukanlah Jawa, karena didiami lebih dari 136 juta penduduk. Bukan juga Papua, karena luas wilayahnya terbesar, yaitu 786.000 km2, juga demikian halnya Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Indonesia bukanlah ketiganya. Indonesia sejatinya, adalah kelima-limanya. Indonesia juga bukan Islam, meskipun agama terpopuler tersebut, dipeluk oleh 85,2 persen dari jumlah penduduk, sehingga Indonesia dilabeli negara dengan Muslim terbesar di dunia, yakni 230 juta pemeluk. Indonesia bukan juga Protestan, Katolik, Budha, Konghucu atau yang lainnya. Tetapi, keseluruhan agama itulah Indonesia.



Agar keberagaman yang terdapat pada Kepulauan Nusantara tersebut terjaga dari disintegrasi bangsa, terjadi pemerataan pembangunan, pengaksesan serta distribusi barang dan jasa menjadi mudah dijangkau oleh segenap anak bangsa, maka negara harus mengambil langkah-langkah strategis semisal pembangunan nasional yang tidak lagi berpusat di Pulau Jawa, melainkan pembangunan yang menyeluruh di berbagai pelosok kepulauan Nusantara.



Menyongsong Nusantara Baru

Pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang dilakukan pada saat Pemerintahan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin adalah langkah extraordinary. Ibu kota baru yang diberi nama Ibu Kota Nusantara (IKN) ini, tidak hanya sekadar pemindahan pusat pemerintahan, namun juga sebagai simbol perubahan untuk meratakan pembangunan dan memajukan daerah di luar Pulau Jawa.



Maka sejak Maret 2024, DKI Jakarta secara resmi sudah bukan lagi ibu kota Negara Republik Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Bersamaan dengan itu, Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara juga telah diterbitkan, menandai dimulainya era baru bagi bangsa Indonesia.



Kenusantaraan baru menyiratkan semangat dan optimisme baru yang besar dengan persatuan dan kesetaraan untuk mencapai segala tujuan berbangsa dan bernegara. Dalam perjuangan yang baru ini, bangsa Indonesia tetap berprinsip pada nilai-nilai luhur dengan memperhatikan kodrat alam dan budaya Indonesia.



Santri Mendunia

Santri adalah bagian dari bangsa Indonesia yang dicatat oleh sejarah sebagai pejuang kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pengisi kemerdekaan yang berdedikasi, berkomitmen dan memiliki jiwa nasionalisme sejati (K H M Hasyim Latif, 2019:101).



Santri harus menjadi pemain utama dalam proses Nusantara baru dengan mengakselerasi terbentuknya ekosistem generasi santri di 38 provinsi maupun di berbagai negara di dunia, yang terkoneksi, bermakna, berkarya, berdaya, melalui pemberdayaan kompetensi dan jejaring dalam misi memberdayakan sumber daya manusia (SDM) santri dan sumber daya alam (SDA) pesantren lokal menjadi bertaji di tingkat nasional dan internasional.



Lebih lanjut, santri harus melek teknologi dan mampu melakukan inovasi di berbagai bidang, didukung dengan kemajuan internet of everything (IOT) yang berkecepatan tinggi serta menyatukan pergerakan aktivitas santri, data, dan waktu. Dengan begitu, santri akan mewarnai kehidupan bahkan akan menjadi pionir penggerak perubahan di masyarakat. Santri sebagai manusia terpelajar dan pinilih, harus juga dapat memanfaatkan surplus demografi untuk kepentingan peningkatan nilai tambah, added value. Di samping itu, kesuksesan santri dapat diraih dengan memiliki sikap mental agility for sustainability, yakni jiwa beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada dan memimpin perubahan dengan cara yang produktif.



Dalam tataran praksis, santri dapat mendunia melalui dua jalan. Pertama, secara fisik, santri tetap berada di wilayah Nusantara, tetapi memiliki hasil karya dan produk. Misalnya, karya tulis berupa buku atau jurnal ilmiah. Dengan memanfaatkan jejaring internet dan platform media sosial yang tersedia, santri dapat menduniakan karya tersebut. Contoh lain, santri memiliki produk pesantren, misalnya jamu tradisional, atau sarung tenun. Produk-produk tersebut dapat dipasarkan ke dunia internasional melalui pameran-pameran yang ada atau dapat menawarkan produk tersebut melalui platform belanja online, website e-commerce dan marketplace yang banyak tersedia.



Kedua, secara fisik, santri berada di luar negeri. Langkah ini telah dilakukan oleh organisasi terbesar di dunia, yakni Nahdlatul Ulama (NU). Nahdlatul Ulama telah meletakkan dasar pondasi agar para santri mendunia, dengan membentuk Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di lima benua, mulai dari negara-negara Asia, Timur Tengah, Afrika, Eropa, Australia, dan Amerika. Para Santri yang tergabung di dalam PCINU dapat leluasa berkontribusi secara global sebagai duta-duta perdamaian Islam, pemikir dan pembawa perubahan, agent of change dunia melalui karya nyata di luar negeri.



Mendunianya santri melalui kedua jalan tersebut adalah demi menyebarkan dan menebarkan Islam yang rahmatan lil-‘alamin berdasarkankan kenusantaraan baru yang memiliki khashaish (ciri-ciri) fikrah nadhdliyah, yakni fikrah tawassuthiyah (pola pikir moderat), fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), fikrah ishlahiyah (pola pikir reformatif), fikrah tathawwuriyah (pola pikir dinamis), dan fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis) seperti dalam ajaran Islam Aswaja yang tercetus dalam Musyawarah Nasional Surabaya 2006 (Khazanah Aswaja, 2016).



Pada akhirnya, penghargaan terbesar layak kita sematkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo-Kiai Ma’ruf Amin, atas ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.



Selamat Memperingati Hari Santri Nasional 2024. “Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan,” melalui kiprah santri dari Nusantara Baru untuk Dunia.”

Wallahu A’lam Bisshawab

 


Kiai Hadi Susiono Panduk, Wakil Rais Syuriyah PCNU Lebak