• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Opini

Sejarah Seni dan Kebudayaan Banten (2-Habis)

Sejarah Seni dan Kebudayaan Banten (2-Habis)
Bagi Hamdan Suhaemi budaya tidak akan lekang ditelan zaman jika kita masih merawat dan melestarikannya. (dok pribadi)
Bagi Hamdan Suhaemi budaya tidak akan lekang ditelan zaman jika kita masih merawat dan melestarikannya. (dok pribadi)

Dzikir Mulud

Dzikir mulud ini salah satu kesenian tradisional yang ditampilkan oleh 100 orang, dari jumlah tersebut dibagi dua bagian. Kelompok pertama sebagai pemberi atau pembawa soal dalam lafadz dzikir dan kelompok kedua sebagai penyampai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan kelompok pertama yang disampaikan lewat dzikir-dzikir pula.

 


Pada dekade 1960-an seni dzikir mulud ini sangat pesat di Keramat Watu, Waringin Kurung, Bojonegara, dan wilayah seputar Cilegon. Dzikir mulud ini untuk kali pertama ditemukan pada 1927 di Desa Serdang sejak kelima ulama ini  memperagakan seni dzikir mulud dari guru pertamanya yaitu Kiai Erab Serdang. Kelima ulama itu adalah KH Dali, KH Dulfatah, KH Umar, KH Muhriji, dan KH Balhi. Kini seni dzikir mulud telah sampai pada generasi keenam.

 


Panjang Mulud

Panjang mulud adalah seni khas Banten yang digelar hanya di bulan Maulid atau Mulud (Rabiul Awal), sebagai kecintaan dan takzim atas Nabi Muhammad SAW. Seni panjang mulud hampir mirip dengan gerebeg mulud di Cirebon, Jogjakarta, dan Solo. Tradisi panjang mulud dimulai dengan penjemputan makanan-makanan yang ada dalam wadah yang telah dihias, seperti bentuk kuda, unta, bentuk masjid, perahu, dan aneka bentuk lainnya. Setelah dijemput oleh para penabuh rebana Ratib Hadad dengan berpakain khas baju kurung putih ikat kepala romal khas Banten dengan bawahan pakai sarung. Setelah dijemput dikumpulkan panjang mulud tersebut di aula masjid atau lapangan masjid. Puncak mulud adalah pembacaan Al Barjanji ( berisi riwayat dan pujian atas Rasulullah SAW, atau dikenal marhaban. 

 


Wayang Cepak

Seni pertunjukan wayang kulit telah berkembang di Jawa sejak zaman Kerajaan Majapahit dan diteruskan oleh para Wali Songo sebagai pelestari tradisi Jawa. Di antara Wali Songo yang sering menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah adalah Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Giri. Wayang kulit tersebut tetap memainkan karakter Pandawa Lima dan para Punakawan (Semar, Petruk, Gareng ). Wayang kulit dikenal di wilayah Jawa, sedangkan di Banten wayang tersebut dikenal sebagai wayang cepak.

 


Segeng

Segeng adalah seni atraksi khas Banten yang dimainkan banyak orang dan semuanya laki-laki. Segeng menjadi bagian dari tradisi dan budaya Banten karena ia tumbuh dan berkembang di tanah Banten. Atraksi tersebut adalah sekumpulan orang dengan memakai celana pendek dengan memakai ikat kepala. Mereka berkumpul di lapangan  dengan memegang benda semacam bambu atau kayu yang sudah terisi kekuatan gaib dengan memegang dan mengendalikannya meski dengan tenaga yang terkuras untuk menjinakannya.

 


Terumbu

Terumbu dikenal sebagai seni beladiri tertua di Banten yang timbul di daerah Kasemen. Kini masuk wilayah Kota Serang, yakni di Desa Terumbu. Seni bela diri ini untuk pertama kalinya dikembangkan oleh H Murid bin KH Nukaim sekitar 1870 sejak kelahirannya di Desa Terumbu 1845. H Murid belakangan diberi gelar KH Sahlan Guru Besar Terumbu atau Pusaka Terumbu dan lumrah orang kampung bilang Buyut Terumbu. Dalam jurus terumbu dikenal ada jurus alif 1, jurus alif 2, potong sebat, tanjung seliwa, potong sepak 1, selembar 1, depok sebat, dan depok gunting. Dari terumbu inilah lahir cabang-cabangnya yang dikembangkan oleh murid-muridnya seperti bandrong, gagak lumayung, macan guling, TTKDH, dan cikaret.

 


Di antara seni dan kebudayaan Banten lainnya sekaligus jadi tradisi masyarakat adalah wawacan syekh, rudat, mawalan, kasidahan, gambus, patingtung, rampak beduk, seren taun, dan beluk.

 


Budaya tidak akan lekang ditelan zaman jika kita masih merawat dan melestarikannya, karena bangsa yang paling beradab adalah bangsa yang menjaga kebudayaannya.

 


Hamdan Suhaemi, Ketua MDS Rijalul Ansor Banten dan Wakil Ketua PW GP Ansor Banten


Opini Terbaru