Berawal dari Ngaji Sorogan, Kini Miftahul Khaer Sudah Punya Cabang
Selasa, 9 Juli 2024 | 08:11 WIB
SIANG itu suasana Pondok Pesantren Miftahul Khaer tidak seperti biasanya. Pesantren yang terletak di Jl Diklat Pemda, Kp Babakan, Sukabakti, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, itu, begitu semarak. Ramai lalu lalang orang sangat terlihat menuju jalan ke pesantren yang diasuh oleh KH Hafis Gunawan itu. Ada yang memakai batik dengan tulisan Nahdlatul Ulama. Ada juga yang memakai pakaian atau seragam khas badan otonom (banom) NU masing-masing. Seperti Muslimat NU, Fatayat NU, dan Gerakan Pemuda Ansor plus Banser.
Puluhan bendera Nahdlatul Ulama (NU) dipasang di kiri dan kanan jalan menuju lokasi. Juga umbul-umbul. Demikian juga karangan bunga berjajar. Tak ketinggalan spanduk ucapan selamat terkait digelarnya konfercab. Belum lagi puluhan stand yang mengikuti bazar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di dekat masjid, depan bangunan pesantren bertingkat, berdiri tenda lumayan besar. Dilengkapi panggung dan setidaknya ratusan kursi yang didominasi warna merah. Masuk ke dalam, bangunan pesantren berlantai dua dan tiga berdiri serta ruang terbuka terlihat di beberapa titik. Juga rumah pengasuh. Ada juga aula yang, setidaknya mampu menampung ratusan orang. Di sini, pada hari itu, Ahad (7/7/2024), Konferensi Cabang (Konfercab) VII Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tangerang.
’’Pesantren ini sudah 16 tahun,’’ ujar Pengasuh sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Khaer KH Hafis Gunawan yang duduk di kursi besi dominan warna merah di luar aula sembari sesekali memperhatikan jalannya konfercab yang memasuki sidang pemilihan, tepatnya pemilihan ketua tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Tangerang periode 2024-2027 itu.
NUOB berkesempatan berbincang sejenak sambil menunggu proses dan hasil pemilihan dengan kiai yang sore itu mengenakan baju putih lengan panjang, sarung dominan gelap, dipadu peci hitam.’’Dulu berawal dari hanya ngaji sorogan santri. Lima santri,’’ ujar kiai yang akhirnya terpilih sebagai ketua PCNU Kabupaten Tangerang periode 2024-2027 secara aklamasi tersebut.
Kiai kelahiran 13 Mei 1975 yang wajahnya tampak glowing itu menambahkan, pada 2008 pesantren berdiri. ’’Awalnya hanya 23 santri,’’ ujar bapak 5 anak yang lahir di Panongan, Kabupaten Tangerang, tersebut. Seiring berdirinya pesantren, berdiri pula madrasah. ’’Madrasah tsanawiyah dan aliyah. Awalnya, siswa-siswi pulang pergi. Kemudian berasrama. Jadi sekolah mondok di sini,’’ terang pria yang menimba ilmu di Al Hikmah Curug selama 9 tahun dan Pesantren Nurul Huda Kabupaten Serang selama 3 tahun itu.
Alumnus MAN 2 Serang itu melanjutkan, luas pesantren yang berada di Kp Babakan, Sukabakti, Curug, 1 hektare. ’’Ini (pesantrennya di Curug) pusat. Ini awalnya ya merintis. Selanjutnya, kami mengembangkan dan mendirikan cabang. Ada dua. Di Ranca Iyuh, Panongan, Kabupaten Tangerang. Luas yang di Panongan, masing-masing 6 ribu meter dan 8 ribu meter,’’ tambah pria yang menyelesaikan S1 matematika di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kusuma Negara Jakarta pada 2006 itu sembari sesekali tampak senyumnya mengembang.
Saat ini, jumlah santri berkembang pesat. Apalagi tak hanya madrasah tsanawiyah dan aliyah saja. Ada sekolah menengah kejuruan (SMK) yang didirikan pada 2012. Ada dua jurusan, teknik komputer dan jaringan serta administrasi perkantoran. Jadi santri banyak pilihan belajar.’’Jumlah santri saat ini sekitar 1900 orang. Tak hanya di pesantren atau asrama, saat sekolah, putri dan putra juga dipisah,’’ terang suami Hj Nuryanah yang setelah menikah tinggal di kampung istrinya itu.
Kiai yang mengaku dulu memilih S1 matematika karena hobi itu, juga menambahkan, saat ini di pesantrennya juga ada program menghafalkan Al-Qur’an (tahfidz).’’Kalau awalnya dan sampai saat ini khasnya tetap kuning. Masih ada ngaji sorogan. Di antara kitab yang saya asuh adalah I’lal, ’Awamil, dan Jurumiyah,’’ imbuh bapak 5 anak itu.
Pada kesempatan itu, pria yang juga tercatat sebagai pegawai negeri sipil itu menjelaskan jadwal keseharian  di pesantren. Dimulai pukul 04.00 WIB, semua santri dibangunkan untuk Shalat Tahajud. Setelah Shalat Subuh berjamaah, ada pengajian. Dilanjutkan persiapan sekolah, termasuk makan.’’Sekolah sampai pukul 12.00 WIB. Setelah shalat, makan dan istirahat, ada pengajian khusus hingga pukul 16.00 WIB. Setelah itu hingga jelang Maghrib, mengikuti ekstra kurikuler. Habis Isya, pukul 20.00 sampai 22.00 WIB ada pengajian,’’ ungkap kiai yang mengidolakan Abah KH Muhtadi Pandeglang tersebut, karena termasuk jalur sanad keilmuannya.
Sejauh ini, Kiai Hafis telah menyiapkan regenerasi. Anak pertamanya dikirim ke Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk menimba ilmu.’’Sudah selesai, termasuk mengabdi juga di sana,’’ kata kiai yang mendirikan pesantren agar ilmunya berkah itu.
Hanya, ada dua hal yang hingga saat ini belum terwujud. Tak lepas dari pesan dan terinspirasi dari Habib Luthfi Pekalongan, Jawa Tengah, dan Abi KH Mufassir, Padarincang, Kabupaten Serang, Banten.’’Dari Habib Luthfi, saya ingin ada perguruan tinggi umum. Sedangkan dari Abi Mufassir, ingin mendirikan pesantren khusus manula (manusia lanjut usia),’’ pungkas kiai yang selalu ingat pesan salah satu gurunya, punya santri banyak jangan bangga, santri sedikit jangan sedih, mengakhiri perbincangan jelang Maghrib itu. (Mutho, Abdulloh Tsalis Zaadin Ni'am)
Editor: M Izzul Mutho
Terpopuler
1
Ini Kiat Cegah Bahaya Inses, Pendidikan Seksual Usia Dini dan Nilai Agama Jadi Kunci
2
Ini Salapan Khidmat NU Kabupaten Tangerang untuk Hadapi Tantangan Zaman
3
Solusi Palestina-Israel, Butuh Ketegasan dan Konsolidasi Internasional
4
PCNU Kota Serang Siap Gelar PD-PKPNU Angkatan II
5
KH Imam Abda-Yasin Pimpin MWCNU Ciptim Lagi, Pondok Aren Ganti Nakhoda
6
Kiat Cegah Pernikahan Inses: Pemerintah Perlu Bertindak Tegas dan Edukatif
Terkini
Lihat Semua