• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 4 Mei 2024

Pesantren

Ketika Pesantren Moderat At-Thohiriyah Menyambut Tantangan Era Global

Ketika Pesantren Moderat At-Thohiriyah Menyambut Tantangan Era Global
Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan. (Foto: NU Online Banten/Singgih Aji Purnomo)
Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan. (Foto: NU Online Banten/Singgih Aji Purnomo)

Susana relatif sepi saat NU Online Banten memasuki area pondok pesantren ini. Matahari belum meninggi. Maklum, baru sekitar pukul 10.00 WIB kurang. Cuaca lumayan bersahabat. Setelah memarkir kendaraan, ambil napas sejenak setelah melakukan perjalanan sekitar dua jam lebih.


Ada beberapa bangunan di dalam kompleks pesantren. Ada kantin, mushala, sejumlah rumah pengasuh, sekolah, dan tempat menginap santri lazimnya pondok pesantren pada umumnya.


Ya, nama pondok ini adalah Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan. Itu terlihat dari tulisan yang tertempel di salah satu tembok yang begitu mencolok. 


Dulu, Pondok Pesantren Pelamunan, Kabupaten Serang, tentu tak asing lagi. Khususnya bagi kalangan santri atau penimba ilmu agama Islam di Banten. Seperti lazimnya pesantren tua di Indonesia, nama yang dipakai adalah nama daerah. Perintis pesantren ini adalah KH Muhammad Thohir.


’’Dulu awalnya tidak di Pelamunan. Namun, dengan pertimbangan di antaranya kemudahan air, pindah ke Pelamunan. Berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia. Sekitar 1929,’’ ujar cucu KH Muhammad Thohir, KH Ulfi Zaini Thohir, kepada NU Online Banten di kediamannya Kompleks Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan, Jl Raya Serang Cilegon, Km 6, Pelamunan, Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, Sabtu (13/5/2023).


Sembari sesekali tangan kanannya memegang handphone NU Online Banten yang digunakan untuk merekam, ayah dari Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Serang KH M Robi UZT itu menceritakan, sepeninggal Kiai Thohir, anak dan menantunya yang meneruskan. ’’Dari dulu, penekanannya kitab kuning,’’ imbuh pria sepuh yang dulu beberapa tahun mengaji di Makkah itu.


Generasi ketiga Kiai Thohir itu menambahkan, pada perjalanan selanjutnya, keturunannya mengasuh pesantren masing-masing dengan nama berbeda-beda. ’’Kalau dulu namanya Pondok Pesantren Pelamunan. Setelah itu, mempunyai nama masing-masing. Di Pelamunan saat ini ada sekitar 12 pesantren, masih saudara semua, cucu Kiai Thohir. Semua ada santrinya. Termasuk Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan.,’’ terang kiai yang rambutnya sudah memutih itu sembari duduk di kursi sofa mengenakan kaus putih, sarung, dan kopiah itu.


Dari awal didirikan, lanjut kiai yang sudah berusia kepala enam itu, pesantren memang fokus mengajarkan kitab kuning kepada para santrinya. ’’Namun, dalam perkembangnya,  ada yang membuka sekolah umum seperti Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan. Memakai nama juga baru pada generasi ketiga. Seiring yang lainnya di Pelamunan memakai nama masing-masing. Di sini luasnya 1,5 hektare,’’ terang putra tertua dari KH Zaini Thohir itu.


Kiai Ulfi mulai mengajar pesantren sepulangnya dari menimba ilmu. Baik di Makkah dan disusul di sejumlah tempat di Jawa. Sekaligus ditandai pernikannya dengan Ratu Raudlatul Farihah pada 1988. ’’Saat itu, masih takhassus kitab kuning,’’ imbuhnya.


Gus Robi—sapaan akrab KH M Robi UZT—menegaskan, Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan yang diasuh sejumlah generasi ketiga Kiai Thohir, di antaranya KH Ulfi Zaini dan generasi keempat, termasuk dirinya, merupakan kelanjutan dari Pondok Pesantren Pelamunan. ’’Zaman dulu memakai nama daerah. Diteruskan anak dan cucunya, termasuk KH Ulfi Zaini. Kemudian diberi nama masing-masing,’’ ujarnya kepada NU Online Banten, Rabu (17/5/2023).


Pria yang pernah menimba ilmu di Lirboyo itu menjelaskan, nama At-Thohiriyah diambil dari nisbah datuknya, Kiai Thohir. Sedangkan nama Moderat, dimaksudkan sebagai perpaduan salaf dan modern. Sebagian besar dari pesantren yang dilanjutkan oleh anak dan cucu Kiai Thohir masih salaf seperti awal mula. 


’’Ada juga yang salaf, ngaji kitab kuning. Hanya santri boleh sekolah di luar. Kalau di sini, Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan, muatan pelajarannya, ada umumnya ada salafnya; kitab-kitab klasik tetap dipertahankan,’’ ungkap pria yang pernah menimba ilmu di Yaman itu.


Kepala Bidang Pendidikan Pesantren Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah Pelamunan menjelaskan, Pondok Pesantren Moderat (PPM) At-Thohiriyah Pelamunan merupakan salah satu pusat kajian Islam  tertua di Banten, karena secara geneologi-historis, pesantren tersebut dirintis oleh Al Mukarram KH Muhammad Thohir sekitar 1929.


Sejak zaman penjajahan hingga kini, lanjutnya, pesantren tersebut lebih menfokuskan diri pada pengajian kitab kuning. ‘’Dinilai telah berhasil mencetak banyak alim ulama dan cendekiawan Muslim dan Banten dan sekitarnya,’’ imbuh pria berusia 31 tahun tersebut.


Nah, pada 1990-an, PPM At-Thohiriyah mulai membuka takhassus hifdhil Qur’an untuk santri putri. ’’Demi pengabdian masyarakat lebih mendalam, PPM At-Thohiriyah juga menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak. Mulai Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), dan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awwaliyah (MDTA),’’ tambah pria yang pernah kuliah di Malaysia itu.


Mereka yang belajar di TKQ (sebelum masuk sekolah dasar atau SD), TPQ (kelas 1-2 SD), dan MDTA (kelas 4-6 SD), adalah anak-anak dari warga sekitar. ’’Tidak mondok. Pulang pergi. Jumlahnya ada 600 anak. Belajarnya mulai pukul 13.00-17.00 WIB,’’ katanya.


Dan pada 2019, PPM At-Thohiriyah menyambut tantangan era global dengan mendirikan SMP Plus 30 Juz dan pelajarnya wajib tinggal di pesantren. ‘’Sehingga diharapkan dapat menjadi generasi Qur’ani yang teguh dalam iman dan takwa serta unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,’’ ucap pria yang kembali menetap di Pelamunan setelah menimba ilmu ke sejumlah daerah dan negara pada 2017 itu.


Tak hanya itu. Seiring perkembangan dakwah yang makin kompleks, pada 2021, PPM At-Thohiriyah mendirikan SMA Plus 30 Juz dan Balai Latihan Kerja Multimedia. Ini, imbuhnya, agar perjuangan para ulama salaf dapat disampaikan dengan transformasi digital yang unggul, milenial, dan sejuk.


Saat ini, santri yang ikut SMP dan SMA berjumlah 300an pelajar. Sisanya ada beberapa yang takhassus Al-Qur’an dan kitab kuning saja, tidak sekolah. ’’Yang Al-Qur’an putri, yang kitab kuning putra. Tapi kebanyakan yang merangkap sekolah. Yang sekolah pun dibekali kitab kuning,’’ jelasnya. 


Jadwal santri meliputi setelah setelah Shalat Shubuh mengaji kitab kuning dan madrasah Qur’an, kemudian pukul 07.30 hingga Dhuhur atau sekitar 12.15 WIB sekolah. Dilanjut istirahat. Pukul 14.30 madrasah Qur’an bagi yang jurusan hifdil Qur’an. Bagi yang jurusan kitab kuning, ngaji kitab-kitab kuning seperti Imrithy dan Jurumiyah. Sebelum magrib, bersama-sama rutinan dalail khairat. ’’Dulu habis Isya’ sekarang sebelum Magrib. Ini rutin dari Abah Kiai Thohir,’’ ujarnya.


Pada malam hari hingga sekitar pukul 22.00 WIB ngaji kitab kuning seperti Taqrib dan lainnya, modelnya klasikal. Ada tingkat tsanawiyah. ’’Ada bandongan, narkib, i’lal, sorogan. Habis Subuh sepekan sekali juga ada ngaji Tafsir Jalalain. Jadi kitab kuning masih menonjol,’’ tambahnya.


Mereka yang mondok diizinkan pulang dalam setahun dua kali; libur setelah semester pertama dan pada libur puasa mulai 15 Ramadhan. Sedangkan keluarga boleh membesuk dua bulan sekali.


Saat ini, PPM At-Thohiriyah mulai menerapkan  teknologi sistem informasi dan manajemen keuangan berbasis digital yang lengkap, mandiri, dan terintegritas. ’’Sehingga dapat akses oleh pengasuh, para guru, dan wali santri secara aman dan akurat di mana saja dan kapan saja,’’ ungkapnya.


Penyajian muatan umum, lanjutnya, sekaligus menjawab perkembangan dan kebutuhan zaman. ’’Tapi tetap melestarikan tradisi lama. Jadi sorogan, ngaji kitab kuning, bandongan, tetap ada. Jadi ada takhassus kitab kuning, ada Al-Qur’an. Kalau Al-Qur’an dulu dirintis ibu, Hj Ratu Raudlatul Farihah, jalur sanadnya ke Tb Ma’mun,’’ terangnya.


Yang menarik, karena anak cucu KH M Thohir sudah punya pesantren masing-masing sebagai peninggalannya, saat haul digelar bergantian. ‘’Di Pelamunan ini masih saudara semua pengasuh pesantrennya, karena dari Abah Kiai Thohir. Kalau haul ya datang, harmonis. Di sini biasanya 25 Ramadhan. Dulu meninggalnya 1961,’’ terangnya.


PPM At-Thohiriyah yang sudah berlebel Yayasan At Thohiriyah Pelamunan saat ini terus mengembangkan diri. Di antaranya merintis Badan Usaha Milik Pesantren. ’’Ada percetakan Rizkuna, kerja sama dengan Pesantrenku. Perbaikan kurikulum, digitalisasi pesantren. Yang ingin daftar bisa lewat aplikasi At-Thohiriyah Pelamunan,’’ pungkasnya.


Pewarta: Singgih Aji Purnomo, M Izzul M

Editor: M. Izzul Mutho


Editor:

Pesantren Terbaru