
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2025 di Jakarta. Munas dan Konbes NU digelar 5-6 Februari 2025. (Foto: NUO/Suwitno)
Muhammad Hanifuddin
Kolomnis
DUA kata kunci ini ibarat mantra. Disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya. Di depan ratusan peserta Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU, 6 Februari 2025, di Jakarta. Sudah hampir satu bulan pidato Gus Yahya berlalu. Namun, masih terus terngiang.
Di waktu jeda, saya berulang kali mendengarkan ulang rekamannya. Bisa diakses publik. Melalui channel You Tube TVNU. Lamat-lamat, saya bisa memahami maksud dan spiritnya. Mengapa selama tiga tahun terakhir, kaderisasi dan konsolidasi organisasi gencar dilakukan. Mengapa selama tiga tahun terakhir, PBNU nampak akrobatik bersinergi dengan program-program pemerintah. Baik periode Pak Jokowi maupun Pak Prabowo.
Yang pertama adalah governing system. Gus Yahya menekankan, NU harus memiliki tata kelola keorganisasian yang baik dan tertib. Kebesaran NU yang sudah ditinggalkan oleh para muassis (pendiri) bisa hilang jika tidak dikelola dengan baik. Khidmat NU untuk umat tidak akan berjalan secara maksimal jika tidak ditopang oleh gerak struktural yang padu dan solid. Karena itu, kaderisasi dan digitalisasi adalah dua hal yang tidak bisa ditawar.
Lebih lanjut, Gus Yahya memberikan contoh. Selama ini, PBNU belum memiliki tata kelola yang tertib. Belum memiliki sistem koordinasi dengan PW (pengurus wilayah provinsi), PC (pengurus cabang tingkat kabupaten/kota). Eksesnya, ketika jelang muktamar muncul SK kepengurusan bodong. SK yang diteken hanya untuk pemenangan suara ketum. Demekian pula, tidak sedikit PW dan PC yang belum mempunyai governing system untuk berkoordinasi dengan MWC dan Ranting. Sehingga, koordinasi dan sinergi sering tersendat. Kelemahan ini harus segera disadari dan dibenahi.
Penguatan kontruksi governing system adalah kebutuhan mendesak. Dengannya, NU sebagai organisasi akan dapat lebih maksimal dalam berkhidmah untuk umat. Ribuan pesantren, madrasah, rumah sakit, perguruan tinggi, lazis, akan dapat dikelola lebih baik lagi. Jangan sampai masing-masing bergerak dan hidup sendiri-sendiri. Berjalan tanpa koordinasi dan sinergi. Demi keberlangsungan NU, governing system harus menjadi kesadaran dan kebutuhan bersama.
Dalam prespektif akademik, governing system diartikan sebagai upaya bagaimana suatu organisasi dapat mengatur diri untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Ludwig von Bertalanffy (1940) menjelaskan bahwa organisasi adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen. Masng-masing saling terkait dan berinteraksi. Untuk mencapai tujuan, tiap komponen harus menopang dan bersinergi. Selain itu, Daniel Katz dan Robert Kahn (1960) menyatakan bahwa organisasi yang baik harus dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Yang kedua, Gus Yahya memberikan penekanan terkait repositioning NU. Artinya, PBNU harus mampu memosisikan NU dalam dinamika masyarakat yang terus berubah. Pengurus NU harus cerdik dan cerdas memahami konstelasi beragam kepentingan. Repositioning ini adalah kebutuhan mendesak. Imaginasi masyarakat yang selama ini memandang NU sebagai kekuatan untuk merebut kekuasaan, harus diluruskan. Sedari awal, NU didirikan adalah untuk kemaslahatan umat. Bukan berebut jabatan. Tegas Gus Yahya, siapa yang menjabat tidak terlalu penting. Yang penting adalah siapa saja yang ingin mewujudkan kemaslahatan rakyat, maka harus bersama NU. Dengan kata lain, posisi NU adalah menjamin program-program kemaslahatan rakyat dapat dirasakan masyarakat di bawah.
Dalam upaya ini, langkah nyatanya adalah mendukung program-program pemerintah yang pro-rakyat. Karenanya, NU telah menjalin kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Perum Bulog, dan Lembaga Ketahanan Nasional. Kerja sama ini bertujuan untuk memastikan program-program pemerintah dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
Meskipun demikian, NU tentu harus tetap kritis terhadap program-program pemerintah. Melihat secara jeli dan objektik ekses dari beragam program yang dicanangkan. Semisal program makan bergizi gratis (MBG) dan swasembada pangan. Ekses efisiensi anggaran di berbagai kementerian harus diantisipasi. Jangan sampai menimbulkan gejolak di masyarakat. Pembukaan hutan dalam jumlah yang besar untuk food estate harus dicermati dampak negatifnya bagi lingkungan.
Karena itu, sambi berulang kali saya menyimak pidato Gus Yahya di atas, selain ada rasa bangga dengan ide dan gagasannya, juga terbesit rasa kekhawatiran. Tentu, setiap pilihan terdapat risikonya. Termasuk pilihan untuk konsens terhadap penguatan governing system dan repositioning NU di atas.
Muhammad Hanifuddin, Dosen Ma’had Darus-Sunnah Jakarta dan Ketua LBM PCNU Tangerang Selatan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Selanjutnya
2
Nahdlatut Tujjar Fest Jadi Ruang Aktualisasi Potensi Pangan Lokal
3
Ketua PBNU: Ada Tiga Hal Penting Berkhidmat di NU
4
Tiga Instruksi Ketum PBNU untuk Seluruh Kader GP Ansor
5
Unisma Tembus Peringkat 153 Kampus di Asia Tenggara
6
Ketua PC Ansor Lebak: Kader Harus Bergerak Membuktikan Kemampuannya
Terkini
Lihat Semua