• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

Mengukur Masa Depan Indonesia

Mengukur Masa Depan Indonesia
Ilustrasi Indonesia. (Foto: Freepik)
Ilustrasi Indonesia. (Foto: Freepik)

PADA lanskap sejarah panjang peradaban manusia, kita menyaksikan satu potret tentang tumbuh kembangnya zaman. Terkhusus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di abad-abad yang lampau, ilmu pengetahuan seperti matematika, astronomi, filsafat, politik, seni, dan sastra telah tumbuh subur.

 


Kemudian, potret perkembangan itu terlihat kontras di abad ke-18, yang mana abad itu menjadi titik balik penting dengan munculnya mesin uap dan proses produksi masal, hal itu mengubah cara hidup manusia secara fundamental. Pada abad ke-20, perkembangan teknologi mencapai puncaknya dengan revolusi digital yang mengubah dunia menjadi sebuah wadah global yang saling terhubung. Internet, komputer pribadi, telekomunikasi seluler, dan banyak lagi inovasi teknologi telah dibidani kelahirannya.

 


Kendati saat ini berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi terlihat megah dan mewah. Seperti yang disampaikan Yuval Noah Harari dalam buku Homo Deus, selama manusia mengaktualkan potensi akalnya untuk berpikir, perkembangan itu tidak akan berhenti sampai di sini dan saat ini, bahkan perkembangan akan terus melaju sampai dan melampaui titik-titik yang saat ini dirasa mustahil untuk dicapai.



Menghadapi dan menyambut situasi itu, beberapa negara dirasa telah sangat siap, bahkan negara-negara yang saat ini masuk dalam kategori negara maju, ikut memotori tumbuh kembang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Di titik ini, menarik untuk mencoba menelaah situasi Indonesia di masa yang akan datang dalam menjawab macam tantangan dan perubahan zaman. Terlebih, Indonesia memiliki potensi besar dengan berlimpahnya sumber daya alam.



Ketika kita membicarakan masa depan, artinya kita juga sedang membicarakan waktu. Dan waktu, sejauh ini mempunyai dua dimensi yang saling berhubungan, pertama dimensi waktu linier, dan kedua dimensi waktu diskrit. Waktu linier merupakan waktu yang mengacu pada gerak arus waktu secara terus menerus.

Dalam waktu linier, apa yang terjadi di kehidupan, tidak pernah ada istilah pengulangan. Kendati ada satu keidentikan dalam hidup manusia yang seakan-akan sama dengan pengalaman di masa lampau, itu tetap disebut sebagai satu hal baru. Menyoroti ini, Heraclitus, seorang filosof dari Yunani pernah berkata “Tidak mungkin melangkah dua kali ke dalam sungai yang sama”.



Adapun waktu diskrit, ialah waktu yang terbagi menjadi unit-unit terpisah, seperti detik, menit, jam, dan tahun. Ini adalah waktu yang membantu kita mengukur perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Waktu diskrit, meminjam istilah Henri Bergson, juga disebut sebagai “dure”. Pada konsep dure inilah perkembangan dapat dikur secara konkret.


Seperti yang sudah diketahui, perkembangan yang merupakan proses transformasi dari satu keadaan menuju keadaan lain, itu memerlukan syarat. Artinya, tanpa syarat itu perkembangan tidak akan mungkin terjadi. Adapun syarat itu adalah semua hal yang terjadi di masa lalu. Situasi ini, tak terelakkan dari satu hukum yang memang menjadi hukum dasar tentang bagaimana semesta ini berjalan, yaitu hukum kausalitas, di mana dalam hukum ini setiap peristiwa atau fenomena disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang mendahuluinya.



Pada tataran ini perubahan terjadi karena adanya hubungan sebab-akibat antara peristiwa-peristiwa tersebut. Itu mengisyaratkan bahwa suatu perubahan tidak terjadi begitu saja atau secara acak, tetapi memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi.

 


Hukum kausalitas merupakan konsep dasar dalam berbagai bidang ilmu, termasuk fisika, biologi, ekonomi, dan sosiologi. Ini adalah prinsip yang membantu manusia untuk menelaah dan memahami mengenai bagaimana dunia berfungsi serta bagaimana peristiwa-peristiwa saling terkait satu sama lain. Untuk itu dengan menggunakan kacamata sebab-akibat, setiap fenomena dapat ditelaah dari berbagai perubahan yang terjadi, untuk kemudian merencanakan tindakan yang tepat dalam mengatasi atau memanfaatkannya.

 


Saat ini, ada hal menarik mengenai perkembangan Indonesia di masa depan, yaitu dengan adanya wacana “Indonesia Emas 2045”. Dalam wacana ini, sederhananya di 2045 yang juga menjadi penanda genapnya seabad Indonesia merdeka, Indonesia diharapkan akan menjadi negara maju, tangguh, mandiri, dan inklusif. Tapi kemudian di titik ini, perlu dipertanyakan ikhwal kemungkinannya, mampukah Indonesia mewujudkan wacana itu?



Untuk menjawabnya, kita perlu kembali pada konsep perkembangan dan kausalitas. Sebab, konsep itu juga di amini oleh Ghandi. Ia berkata “Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini”. Di sini kita perlu menjawab, apa yang kita lakukan hari ini? Atau dalam konteks perubahan Indonesia, apa yang terjadi di Indonesia saat ini? Jawaban dari pertanyaan itu nantinya menjadi ukuran untuk mengetahui bagaimana Indonesia di masa depan.

 


Rizki Mohammad Kalimi, Mahasiswa Program Magister Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Opini Terbaru