• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Rabu, 22 Mei 2024

Keislaman

Hukum Jual Beli Kulit Binatang yang Tidak Halal Dimakan seperti Ular, Macan, dan Buaya

Hukum Jual Beli Kulit Binatang yang Tidak Halal Dimakan seperti Ular, Macan, dan Buaya
Buaya. (NU Online)
Buaya. (NU Online)

DI dalam Kitab Kifâyatul Akhyar, Syekh Taqiyuddin Al Husny menjelaskan pengertian jual beli menurut Islam.

 

 البيع في اللغة إعطاء شيء في مقابلة شيء وفي الشرع مقابلة مال بمال قابلين للتصرف بإيجاب وقبول على الوجه المأذون فيه



Artinya: ’’Jual beli secara bahasa adalah bermakna memberikan suatu barang untuk ditukar dengan barang lain (barter). Jual beli menurut syara bermakna pertukaran harta dengan harta untuk keperluan tasharruf/pengelolaan yang disertai dengan lafadh ijab dan qabul menurut tata aturan yang diizinkan (sah).” (Lihat: Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatul Akhyar fi hilli Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993: 1/239)

 


Dengan mencermati pengertian jual beli menurut syara tersebut, maka bisa diketahui terdapat tiga rukun jual beli. Imam Al-Rafi’i menyebut ketiganya tidak sebagai rukun, tapi sebagai syarat sahnya jual beli. Antara lain, ada dua orang yang saling bertransaksi (muta‘âqidain), yang terdiri atas penjual dan pembeli;  adanya shighat/lafadh yang menunjukkan pernyataan jual beli, antara lain lafadh ijab dan lafadh qabul; dan barang yang ditransaksikan (ma’qud ‘alaih). Unsur dari al-ma’qud ‘alaih ini terdiri harga (thaman) dan barang yang dihargai (muthman). 



Dilansir dari NU Online, ada catatan khusus terkait dengan shighat jual beli. Imam al-Rafi’i sebagaimana dikutip oleh Syekh Zakaria Al-Anshory dalam kitab Fathul Wahâb menyatakan bahwa, dari ketiga rukun jual beli di atas, shighat merupakan rukun utama sehingga oleh al-Rafii ia dimasukkan sebagai syarat utama jual beli. Tanpanya, jual beli tidak sah.


Inilah yang menjadi dasar mengapa bai’ mu’âthah (jual beli tanpa lafadh ijab-qabul) tidak diperbolehkan dalam Mazhab Syafii dan hanya bisa ditemukan di Mazhab Hanafi. Shighat tidak harus diucapkan dalam bentuk kalimat jelas (sharih). Misalnya, “Aku jual baju ini ke kamu.” Kemudian dijawab oleh pembeli, “Aku beli baju ini dari kamu.” Bentuk shighat jual beli bisa diucapkan dengan kata kiasan (kinayah), asalkan secara adat kebiasaan kalimat itu mengandung pengertian serah terima barang dalam bentuk jual beli. Misalnya, ucapan seorang pembeli kepada penjual, “Aku ambil baju ini sekarang ya. Besok saya kasih uangnya ke kamu.” Kalimat “ambil” dan “kasih”, dua-duanya menurut adat masyarakat kita bisa bermakna jual beli dalam kondisi tertentu. 



Nah, pembaca NU Online Banten yang dimuliakan Allah. Ada pertanyaan, bagaimana hukumnya jual beli kulit binatang yang tidak halal dimakan seperti ular, macan, dan sebagainya? Jika hukumnya haram, apakah ada jalan lain yang membolehkannya?
 


Muktamar Nahdlatul Ulama VII di Bandung, Jawa Barat, yang dilaksanakan 13 Rabius Tsani 1351/9 Agustus 1932, seperti dikutip dari Juz Awal Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamirat Nahdlatil Ulama, Kumpulan Masalah Diniyah dalam Muktamar Nahdlatul Ulama PBNU, Penerbit CV Toha Putra Semarang, menjawab sebagai berikut:



Menjualbelikan kulit binatang yang tidak halal dimakan sebelum disamak itu hukumnya tidak sah, karena kulit tersebut masih najis. Kecuali dengan cara pemindahan tangan dari ketentuan (tidak dimaksudkan secara khusus).

Rujukan: Kitab al-Bajuri ala Fathil Qarib

 


ان بيع جلد الحيوان الذى لايؤكل لحمه قبل الذبح لايصح لنجاسته الا على طريق نقل اليد عن الاختصاص .قال الباجورى على فتح القريب مانصه: ونقل عن العلامة الرملى صحة بيع دار مبنية بسرجين فقط.وعلم من ذلك صحة بيع الخزف المخلوط بالرماد النجس كالازيان والقلل والمواجير . وظاهر ذلك ان النجس مبيع تبعا للطاهر. والذى حققه ابن قاسم ان المبيع هو الطاهر فقط. والنجس مأخوذ بكل نقل اليد عن الاختصاص فهو غير مبيع وان قابله جزء من الثمن اه.

Wallahu a’lam bisshawab


Keislaman Terbaru