Opini

Esensi Muludan dan Dampaknya terhadap Generasi Z di Era Digital

Senin, 16 September 2024 | 10:00 WIB

Esensi Muludan dan Dampaknya terhadap Generasi Z di Era Digital

Kaligrafi atau tulisan Nabi Muhammad saw. (Foto: NUO)

MULUDAN merupakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan moral. Peringatan ini tidak hanya menjadi momen untuk mengenang perjalanan hidup Nabi Muhammad saw, tetapi juga sebagai refleksi mendalam terhadap ajaran-ajarannya yang relevan sepanjang masa.



Esensi dari peringatan Maulid Nabi terletak pada penanaman akhlak mulia, kasih sayang, dan sikap rendah hati, yang merupakan inti dari ajaran Islam. Nilai-nilai tersebut sangat penting untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam era digital yang penuh dengan tantangan etika dan moral bagi generasi muda, termasuk Generasi Z.
 


Generasi Z, yang lahir di era digital dan tumbuh dengan teknologi, menghadapi tantangan etika yang berbeda dari generasi sebelumnya. Media sosial, internet, dan berbagai platform digital menjadi bagian integral dari kehidupan mereka, yang kadang membawa dilema etis. Di sinilah pentingnya merujuk pada teladan Nabi Muhammad saw sebagai sumber moral yang kuat. Maulid Nabi bukan sekadar momentum untuk mengenang sejarah, tetapi juga untuk memperkuat penerapan nilai-nilai akhlak seperti kejujuran, integritas, dan rasa hormat dalam kehidupan sehari-hari, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.

 


Nabi Muhammad saw dikenal dengan gelar al-Amin atau yang terpercaya, mencerminkan betapa pentingnya nilai kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Generasi Z, yang banyak berinteraksi melalui platform digital, sering kali dihadapkan pada godaan untuk menyebarkan informasi tanpa verifikasi atau bahkan terlibat dalam aktivitas yang tidak etis, seperti menyebar berita palsu (hoaks). Ajaran Nabi Muhammad saw tentang kejujuran dapat menjadi pijakan moral bagi Generasi Z dalam menghadapi arus informasi yang tidak selalu dapat dipercaya di era digital ini.



Selain kejujuran, sifat empati yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw juga sangat relevan dalam era digital. Di dunia maya, sering kali terjadi interaksi yang kurang memperhatikan perasaan orang lain, seperti kasus perundungan siber (cyberbullying). Maulid Nabi memberikan momentum bagi umat Islam, terutama Generasi Z, untuk kembali merenungi pentingnya empati dan kepedulian terhadap sesama. Nabi Muhammad saw mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang harus dihormati, sebuah nilai yang seharusnya diaplikasikan dalam interaksi di dunia digital yang sering kali tanpa batas dan anonim.


Etika penggunaan teknologi juga perlu mendapat perhatian khusus dalam konteks ini. Generasi Z, yang begitu terbiasa dengan teknologi, sering kali lupa bahwa teknologi adalah alat yang harus digunakan dengan tanggung jawab. Maulid Nabi dapat menjadi pengingat bahwa ajaran Nabi Muhammad saw tidak hanya relevan di masanya, tetapi juga dapat dijadikan pedoman bagi Generasi Z dalam menggunakan teknologi secara bijaksana dan etis. Nabi Muhammad SAW selalu menekankan pentingnya tanggung jawab pribadi dalam setiap tindakan, yang dapat diterapkan dalam penggunaan media sosial dan platform digital lainnya.




Muludan juga mengajarkan tentang pentingnya rasa hormat terhadap orang lain, terutama dalam hal berkomunikasi. Nabi Muhammad saw selalu mencontohkan komunikasi yang santun dan penuh rasa hormat, baik kepada pengikutnya maupun kepada orang yang berbeda pendapat dengannya. Di era digital, di mana komunikasi sering kali berlangsung tanpa tatap muka, nilai-nilai ini menjadi sangat penting. Generasi Z, yang aktif di berbagai platform komunikasi digital, harus memahami pentingnya menjaga etika dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

 


Dampak dari esensi Maulid Nabi terhadap Generasi Z di era digital terlihat dari bagaimana mereka mampu menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Ketika Generasi Z menerapkan akhlak Nabi dalam interaksi digital, seperti berbicara sopan, menghindari fitnah, serta menghormati privasi dan martabat orang lain, mereka turut membentuk ekosistem digital yang lebih etis dan sehat. Dengan begitu, teknologi tidak menjadi alat yang merusak, tetapi justru memperkuat nilai-nilai positif. Semoga.




Kang Juhji, Anggota Lakpesdam MWCNU Pagedangan, Alumnus Pondok Pesantren Al-Ihsan Kirabun