Opini

Ramadhan: Bermuamalah, Mengutamakan Maslahah, dan Berkah

Sabtu, 15 Maret 2025 | 16:02 WIB

Ramadhan: Bermuamalah, Mengutamakan Maslahah, dan Berkah

Ilustrasi Ramadhan. (Foto: NU Online)

Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan rahmat. Pada bulan ini, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Lebih dari itu umat Islam juga dengan turut meningkatkan amal ibadah lainnya, baik yang sunah maupun yang wajib. Baik ibadah yang bernilai spiritual maupun sosial. Berpuasa artinya menahan diri dari segala yang membatalkan dan mengontrol hati dari penyakit hasad, iri, dengki dan sifat tercela lainnya.

Ramadhan, menjadi momentum melatih diri sibuk dengan kebaikan dan kemanfaatan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Di antara yang menjadikan ramadhan lebih bermakna adalah dengan tetap menjalankan muamalah dengan baik hingga berlimpah berkah dan maslahah untuk sesama.

Bermuamalah

Al-Qur’an dan sunah yang menjadi pedoman bagi umat Islam mengandung ajaran tentang aqidah, ibadah dan muamalah. Ajaran aqidah berkaitan dengan keimanan dan keyakinan terhadap Allah, para malaikat, Rasul, kitab suci yang diturunkan Allah, qadha dan qadar juga tentang hari akhirat dan lain sebagainya.

Ajaran ibadah berkaitan tentang pengabdian kepada Allah dalam bentuk yang khusus seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ajaran muamalah berkaitan dengan interaksi atau hubungan sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.

Keistimewaan ramadhan tidak serta menjadikan seluruh umat islam berlomba-lomba dalam kebaikan. Nyatanya, ada saja sebagian umat Islam yang melewati Ramadhan dengan ibadah yang ala kadarnya, menyikapi biasa saja, bahkan ada di antara kita saat berpuasa hanya disibukkan dengan bermain gawai di dalam rumah, menonton TV, memperbanyak rebahan bahkan tidur seharian.

Beberapa aktifitas di atas dilakukan dengan alasan agar tidak mudah haus atau lapar. Namun, alih-alih menghemat tenaga dan energi agar tidak mudah haus dan lapar, aktivitas tersebut justru menjadikan waktu tidak produktif bahkan terbuang sia-sia. Belum lagi jika tidur sampai melewati masuknya waktu sholat.

Justru sebaliknya, bulan ramadhan hendaknya kita jadikan momen panen pahala dan kebaikan. Menyibukkan diri dengan aktifitas positif dan produktif. Bulan Ramadhan bisa menjadi bulan dimana kita berlatih lebih disiplin. Disiplin waktu beribadah, pola makan, dan manajemen waktu lainnya. Bahagianya, banyak juga umat Islam meningkatkan kualitas dan kuantitas ketiga aspek yaitu aqidah, ibadah, dan muamalah.

Dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah banyak ibadah yang ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya tentu banyak dari kita sudah mengetahuinya, seperti sholat wajib tepat waktu, membiasakan sholat sunah, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya. Serupa dengan pentingnya ibadah, muamalah dengan baik pun tidak kalah penting untuk ditingkatkan. Muamalah ditujukan dalam rangka membangun kedekatan hubungan antar sesama manusia guna mencapai maslahah.

Bermuamalah adalah konsep dalam Islam yang berarti "bertransaksi" atau "berinteraksi" dengan orang lain. Pada bulan ramadhan, bermuamalah dapat dilakukan dengan cara. Pertama. Berdagang dengan Jujur dan Adil. Di Indonesia ada budaya yang sangat khas pada bulan ramadhan, yaitu berburu takjil atau makanan pembuka untuk berbuka puasa.

Baik berburu dalam arti membeli ataupun yang didapat dengan cuma-cuma (gratis). Budaya ini tidak jarang membuat jalanan menjadi lebih ramai bahkan sampai macet. Belum lagi ada sebagian umat Islam yang menghabiskan waktu sore untuk “ngabuburit” atau sekedar jalan-jalan santai bersama keluarga untuk menikmati sore sampai menjelang maghrib tentu sekalian membeli menu berbuka puasa.

Budaya berburu takjil ini bisa dijadikan peluang untuk para pedagang, baik yang sudah biasa dagang atau pedagang musiman (ramadhan saja) untuk menjadi produsen makanan pembuka untuk berbuka puasa.

Berdagang saat bulan ramadhan tentu bukan hanya menjadikan waktu lebih produktif, keuntungan lainnya bisa mendapat laba atau untung. Laba yang didapat tentu mampu meningkatkan kekuatan ekonomi keluarga. Kekuatan ekonomi bisa berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan menyiapkan semua hal terbaik untuk hari raya.

Bukan sekadar keuntungan materi, berdagang juga bisa menambah saudara, saat dimana kita bertransaksi pastilah disertai interaksi dengan sesama. Ada salam sapa antara penjual dan pembeli sehingga bisa menjadi silaturahmi sesama saudara muslim.

Kedua. Membayar utang dan memenuhi kewajiban. Muamalah selain dalam bentuk jual beli bisa juga dalam bentuk membayar utang. Membayar utang adalah kewajiban bagi setiap muslim yang melakukannya. Utang menjadi salah satu hal yang diperbolehkan dalam Islam. Namun terdapat konsekuensi yang berat jika seorang muslim mengingkari utang tersebut. Maka, selain meningkatkan intensitas ibadah di bulan ramadhan, membayar utang juga termasuk hal yang diutamakan, terlebih jika dalam keadaan mampu untuk membayarnya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, menegaskan “Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut

Melunasi utang adalah kewajiban. Utang harus dilunasi sebelum meninggal karena hal tersebut dapat memberatkan di akhirat nanti. Jika timbul pertanyaan, manakah yang lebih didahulukan antara membeli baju baru untuk hari raya atau membayar utang? maka jawabnya, membayar utang lebih didahulukan. Terlebih jika utang tersebut sudah jatuh tempo.

Selain karena kewajiban agama, manfaat melunasi utang juga dapat meringankan beban keuangan, menjadikan hati lebih tenang sehingga ibadah di bulan Ramadhan lebih khusyuk, menghindari prasangka buruk dan perselisihan, serta menjaga kepercayaan.

Ketiga. Menjaga hubungan baik dengan kerabat, rekan bisnis, dan klien. Bulan Ramadhan selain untuk meningkatkan ibadah, di Indonesia Ramadhan juga dijadikan momen untuk bertemu dan berkumpul dengan kerabat, rekan bisnis atau teman lainnya yang sudah lama tidak bertemu dalam agenda buka puasa bersama.

Dalam momen silaturahmi tersebut, seringkali kita larut dalam obrolan yang asyik satu sama lain. Namun demikian, kita harus senantiasa mengingat bahwa puasa bukan sekedar ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari lapar dan haus. Lebih dari itu, berpuasa juga melatih kita untuk menjaga mata, telinga, dan utamanya lisan. Menjaga mata, maksudnya menjaga pandangan. Mata senantiasa hanya melihat hal-hal yang baik, hal yang tidak dilarang oleh agama.

Begitupun telinga, hanya berkenan mendengarkan yang sifatnya kebaikan baik berupa cerita, nasihat, ceramah, dan sebagainya. Lisan pun demikian, tidak ada yang terucap selain kebaikan. Jangan sampai keseruan dalam kebersamaan membuat kita terlarut dalam hal tercela seperti namimah, ghibah bahkan fitnah.

Hal-hal demikian harus kita hindari selain karena perintah agama, juga untuk menjaga hubungan baik kepada sesama. Mengontrol setiap kalimat yang keluar dari lisan kita agar tidak menyinggung atau menyakiti orang lain. Ingat hadi rasulullah “Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam.”

Mengutamakan Maslahah

Maslahah adalah konsep dalam Islam yang berarti "kebaikan" atau "manfaat". Mengutamakan maslahah berarti memprioritaskan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Pada bulan Ramadhan, mengutamakan maslahah dapat dilakukan dengan cara:

Pertama. Berinfak dan bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Menjelang waktu berbuka puasa, tidak jarang kita terbawa hawa nafsu sehingga berlebihan dalam membeli makanan. Tergoda dengan aneka macam makanan yang ditawarkan, kita seringkali membeli melampaui kebutuhan. Berlebihan tentu hal yang tidak baik bahkan Allah tidak menyukai hambaNya yang berbuat isrof (berlebihan). Sebagaimana Allah mengatakan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 31 yang artinya;

“Hai anak cucu Adam, kenakanlah pakaianmu yang bagus di setiap tempat (memasuki) masjid, dan makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”

Ayat ini melarang berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam makan dan minum, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

Menjelang hari raya umat Islam biasanya disibukkan dengan mempersiapkan semua hal dengan apik. Mulai dari pakaian baru, kue lebaran, dan pernak pernik hari raya lainnya. Menyukai keindahan adalah fitrah manusia. Namun jika semua hal indah diartikan dengan “barang baru” dan tidak disertai dengan pemahaman memilah kebutuhan prioritas dan bukan prioritas, maka akan mudah masuk pada sikap pemborosan.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 26-27 ditegaskan: “Dan berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Ayat ini menekankan pentingnya memberikan hak kepada yang berhak dan melarang perilaku boros, karena pemboros adalah saudara setan.

Islam mengajarkan untuk menggunakan harta dengan bijak, memberikan hak kepada yang berhak, dan menghindari perilaku boros (mubazir). Berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam makan dan minum, adalah perbuatan yang tidak disukai Allah.

Oleh karena itu, menggunakan kelebihan harta untuk berinfak dan sedekah pastilah lebih maslahah. Sedekah bisa dikeluarkan dalam bentuk apapun, misal dalam bentuk berbagi makanan takjil kepada saudara muslim yang berpuasa atau memberikan uang untuk dibelanjakan persiapan hari raya kembali bagi orang yang membutuhkan. Membelanjakan baju baru untuk kerabat terdekat, menyiapkan uang “persenan” untuk membahagiakan orang lain. Sehingga ramadhan tidak hanya ibadah spiritual yang kita dapat, ibadah sosial pun kita raih.

Kedua. Membantu orang lain. Membantu orang lain bisa dimulai dari hal sederhana dan orang terdekat dengan kita, seperti keluarga. Hal sederhana seperti membersihkan rumah pun sangat membantu terlebih jika orang tua kita (ayah dan ibu) sama-sama pekerja. Alangkah bahagia mereka saat pulang rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapih.

Hal sederhana lainnya, membantu ibu menyiapkan menu sahur dan berbuka puasa. Membantu orang lain yang sedang kesulitan juga bisa dilakukan antar rekan kerja. membantu orang lain adalah kebaikan yang membawa kemanfaatan untuk orang lain dan kebahagiaan serta kepuasan untuk diri sendiri. Saat kita membantu orang lain atau memudahkan pekerjaannya, ingat dalam hadis bahwa Allah akan membantu hamba-Nya yang membantu saudaranya.

Meraih Berkah

Dengan bermuamalah yang baik dan mengutamakan maslahah, kita dapat meraih berkah pada bulan ramadhan. Berkah yang dapat diraih antara lain: Pahala yang berlipat ganda, kesehatan dan keselamatan, kebahagiaan dan ketenangan hati.

Mengutamakan maslahah dan bermuamalah adalah cara yang efektif untuk meraih berkah pada bulan Ramadhan. Memprioritaskan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, kita dapat meraih pahala yang berlipat ganda dan kebahagiaan yang sejati.

 

Dewi Lestari, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Amanah Al-Gontory, Pendiri Rumah Qur’an Ummu Aminah, Belendung