Opini

26 Ulama Hadits Tersohor Sepanjang Masa, Siapakah?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:06 WIB

26 Ulama Hadits Tersohor Sepanjang Masa, Siapakah?

Umara al-Mukminin fi al-Hadits karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah. (Foto: M Hanifuddin for NUOB)

AMIRUL mukminin fil hadits. Sebutan bagi ulama tersohor dalam bidang hadits. Secara literal, artinya pemimpin orang mukmin dalam hadits. Imam Ibnu Abu Hatim (240-327 H) mengartikannya dengan ulama level tertinggi di masanya (fauq al-ulama fi zamanihi). Gelar ini lebih prestisius dari sebutan al-muhaditsin (sebutan untuk ulama yang menggeluti bidang hadits). Dengan kata lain, amirul mukminin fil hadits pasti seorang al-muhaditsin. Tetapi al-muhaditsin belum tentu amirul mukminin fil hadits.
 


Dalam tulisannya yang berjudul Umara al-Mukminin fi al-Hadits (1426 H), Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah (1336-1417 H) mendata 5 tingkat ulama hadits. Mulai dari al-musnid, al-muhadits, al-mufid, al-hafidz, hingga amir al-mukminin fi al-hadits. Penjenjangan ini berdasarkan anjuran Baginda Nabi supaya kita menempatkan seseorang sesuai posisinya. Hadits ini shahih, bersumber dari Sayyidah Aisyah (58 H). Diriwayatkan oleh Imam Muslim (204-261 H).




Dalam praktiknya, tidak semua orang dapat mendapatkan gelar di atas. Termasuk juga tidak semua orang berhak memberikan sebutan tersebut. Apalagi hanya berdasar suka dan tidak suka. Kagum dan tidak kagum. Apalagi mengaku dan mendaku. Hanya orang yang memiliki otoritas yang absah memberikannya. Orang tersebut tidak hanya sekadar memiliki hafalan matan dan sanad yang banyak, tetapi juga harus memiliki kecakapan dalam takhrij hadits, memilah hadits shahih dan dhaif, kritis menimbang ilat hadits, serta faqih (cerdas) memahami hadits. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Hafidz al-Sakhawi (831-902 H).



Lantas siapa saja yang termasuk amirul mukminin fil hadits tersebut? Dan siapa saja yang berhak memberikan gelar prestisius tersebut? Dengan bahasa yang lugas dan tandas, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah menyajikannya dalam karyanya. Meskipun hanya 55 halaman, karya ini sangat berarti. Terlebih bagi orang yang gemar mendalami hadits (thalibul hadits). Di dalam kitab ini terdapat 26 pesohor, menjadi amirul mukminin fil hadits di masanya. Gelar tersebut diakui oleh tokoh besar di masanya dan setelahnya.




Sebagai misal, Imam Sufyan al-Tsauri (97-161 H). Tokoh kelahiran Kufah ini ditasbihkan sebagai amirul mukminin fil hadits oleh ulama-ulama di masanya dan setelahnya. Di antaranya adalah oleh Imam Syu’bah (80-160 H), Imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah (107-198 H), dan Imam Ibnu Ma’in (158-233 H).



Jika kita rutin menelaah kitab-kitab primer hadits, niscaya kita sering mendapati sanad yang di dalamnya terdapat nama Sufyan al-Tsauri. Hal ini menunjukkan posisi penting tokoh yang menjadi salah satu guru Imam al-Syafi’i (150-204 H). Singkatnya, tepat menyandang gelar amirul mukminin fil hadits. 



Lebih detailnya, 26 nama tersebut adalah sebagaimana berikut:

  1. Abdullah bin Dzakwan al-Madani (64-130 H)
  2. Muhammad bin Ishaq al-Muthalibi (90-152 H)
  3. Hisyam bin Abi Abdillah al-Dastuwai (153 H)
  4. Syu’bah bin al-Hajjaj (82-160 H)
  5. Sufyan al-Tsauri (97-161 H)
  6. Hammad bin Dinar (90-167 H)
  7. Malik bin Anas (93-179 H)
  8. Abdullah bin al-Mubarak (118-181 H)
  9. Abdul Aziz bin Muhammad al-Darawardi (187 H)
  10. Al-Fadhl bin Musa al-Sinani (115-192 H)
  11. Abu Said Yahya bin Said al-Qathan (120-197 H)
  12. Muhammad bin Umar al-Waqidi (130-207 H)
  13. Abu Nuaim al-Fadhl bin Dukain (130-210 H)
  14. Hisyam bin Abdillah al-Bashri (133-227 H)
  15. Ali bin Abdillah bin al-Madini (161-234 H)
  16. Ishaq bin Ibrahim al-Handhali (166-235 H)
  17. Muhammad bin Ismail al-Bukhari (194-256 H)
  18. Muhammad bin Yahya al-Dzuhli (170-258 H)
  19. Muhammad bin Idris al-Handhali (195-277 H)
  20. Ali bin Umar al-Daraquthni (306-385 H)
  21. Abdul Ghani bin Abdul Wahid al-Maqdisi (541-600 H)
  22. Ibrahim bin Muhammad al-Halbi (753-841 H)
  23. Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H)
  24. Abdurrahman bin Ali al-Syaibani (866-944 H)
  25. Abdullah bin Salim al-Maki (1048-1134 H)
  26. Muhammad bin Ismail al-Shan’ani (1099-1182 H)
 



Jika kita lihat list nama tersebut, tentu terdapat problematis. Mengapa Imam Ibnu Syihab al-Zuhri (51-124 H), Imam al-Auza’i (88-157 H), Imam Laits (93-175 H), Imam Muslim (204-261 H), Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H) tidak masuk ke dalam 26 nama di atas? Nama-nama ini adalah pesohor juga dalam bidang hadits. Namun demikian, tidak disebut sebagai amirul mukminin fil hadits.

 



Dalam penjelasannya, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah menegaskan bahwa gelar amirul mukminin fil hadits adalah bagian dari laqob (pujian). Oleh karena itu, jika dalam catatan sejarah ada nama tokoh yang tidak disematkan gelar amirul mukminin fil hadits, maka tidak bisa diqiyaskan (disamakan) begitu saja.

Lantas tertarikah Anda?




Kiai Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Ma’had Darus-Sunnah Jakarta