• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 16 Mei 2024

Ramadhan

Sabar terhadap Gejolak Nafsu

Sabar terhadap Gejolak Nafsu
Ilustrasi. (Foto: NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Sebagian masyarakat banyak yang sering menggunakan kata sabar, tetapi mungkin masih ada yang belum mengetahui pasti maksudnya. Banyak juga yang sudah mengerti namun belum bisa menunjukkan atau mengaktualisasikan sikap sabar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi ketika musibah menimpa dirinya atau menimpa keluarganya.


Allah memerintahkan umat Islam untuk menunjukkan sikap sabar dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana firman Allah:


فَٱصۡبِرۡ لِحُكۡمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعۡ مِنۡهُمۡ ءَاثِمًا أَوۡ كَفُورٗا  


’’Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.’’ (QS al-Insan/76: 24)


Kemudian apa pengertian sabar yang sesungguhnya agar bisa dipahami oleh siapa saja, terutama umat Islam ketika harus menunjukkan sikap sabar dalam kehidupan. Bukan hanya kata-kata, tetapi jelas nyata merasakannya. Adapun pengertian sabar adalah sebagai berikut:


1.    Secara etimologi, sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, “shabara” yang arti dasarnya menahan (al-habs), seperti habs al-hayawan (mengurung hewan), menahan diri, dan mengendalikan jiwa.


2.    Secara istilah, definisi sabar adalah menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencari keridhaan Allah.


3.    Sabar dalam pengertian lughawi (bahasa) adalah “menahan atau bertahan”. Jadi, sabar adalah menahan diri dari rasa gelisah, cemas, marah, menahan lidah, dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari kekacauan. 


4.    Menurut pendapat al-Maragi, sabar berarti memiliki keteguhan hati dalam menanggung berbagai macam kesulitan sebagai upaya mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak disukai dan dalam rangka melaksanakan ibadah, serta dalam rangka menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat.


5.    Secara psikologi, sabar disebut dengan kontrol diri. Yaitu menjaga dan menahan emosi dalam menghadapi suatu keadaan.


Dengan demikian, sabar adalah menerima apa yang diberikan Allah baik yang berupa nikmat maupun penderitaan. Karena sabar bermakna kemampuan mengendalikan emosi, maka nama sabar berbeda-beda tergantung objeknya.


1.    Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar, kebalikannya adalah gelisah (jaza') dan keluh kesah (hala').


2.    Kesabaran menghadapi godaan hidup nikmat disebut, mampu menahan diri (dlobith an nafs), kebalikannya adalah tidak tahanan (bathar).


3.    Kesabaran dalam peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut pengecut.


4.    Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur).


5.    Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada, kebalikannya disebut sempit dadanya.


6.    Kesabaran dalam mendengar gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia (katum).


7.    Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud, kebalikannya disebut serakah, loba (al hirsh).


8.    Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana'ah), kebalikannya disebut tamak, rakus (syarahun).


Sebuah kisah dijelaskan bahwa Abdullah bin Abbas pada suatu waktu pernah mendapat cobaan. Tiba-tiba saja dia dicaci tanpa sebab oleh seseorang di jalanan. Ibnu Abbas tak marah atas cacian yang diarahkan kepadanya. Ibnu Abbas justru bertanya apakah cacian itu sudah selesai. Maka, orang itu menambah cacian ketika menyadari bahwa Ibnu Abbas menggunakan jubah baru yang indah. Bukannya marah atau membalas umpatan, Ibnu Abbas justru membuka jubahnya. Dia memberikan jubah itu sebagai hadiah kepada orang yang telah mencacinya. Orang yang mencaci itu kemudian malu, sampai kemudian dia justru menjadi murid dari Ibnu Abbas.


Al-Qur’an pun menjelaskan bagaimana Nabi Ayyub, yang diuji kengan penyakit diajalani dengan sabar menerima penyakit yang dideritanya. Berawal dari seorang yang kaya raya dengan harta melimpah dan istri yang sholehah. Semuanya meninggalkan Nabi Ayyub sehingga diusir dari kampungnya lantaran terkena penyakit yang dikhawatirkan menularkan kepada yang lain. Singakat kisah Nabi Ayyub tetap sabar dan semua yang dimiliki kembali semua kepada Nabi Ayyub karena kesabarannya.


Setelah kita memahami lebih jauh tentang sikap sabar, ada baiknya kita mengetahui kapan seorang manusia menunjukkan sikap sabar. Menurut Yusuf Qardawi, dalam Al-Qur'an terdapat banyak aspek kesabaran yang dirangkum dalam dua hal, yakni menahan diri terhadap yang disukai dan menanggung hal-hal yang tidak disukai:


Pertama, sabar terhadap petaka dunia
Cobaan hidup, baik fisik maupun nonfisik, akan menimpa semua orang, baik berupa lapar, haus, sakit, rasa takut, kehilangan orang-orang yang dicintai, kerugian harta benda dan lain sebagainya. Cobaan seperti itu bersifat alami, manusiawi. Oleh sebab itu tidak ada seorang pun yang dapat menghindar. Yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh kesabaran, seraya memulangkan segala sesuatunya kepada Allah. Allah berfirman:


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ (155) اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ (156) اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ 157


Artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS Al-Baqarah: 155-157)


Kedua, sabar terhadap gejolak nafsu
Hawa nafsu menginginkan segala macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Untuk mengendalikan segala keinginan itu diperlukan kesabaran. Jangan sampai semua kesenangan hidup dunia itu membuat seseorang lupa diri, apalagi lupa Tuhan. Al-Qur'an mengingatkan, jangan sampai harta benda dan anak-anak (di antara yang diinginkan oleh hawa nafsu manusia) menyebabkan seseorang lalai dari mengingat Allah.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta.-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi." (QS. Al-Munafiqun 63: 9)


Ketiga, sabar dalam taat kepada Allah 
Dalam menaati perintah Allah, terutama dalam beribadah kepada-Nya diperlukan kesabaran. Allah berfirman:


رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهٖۗ هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا ࣖ


Artinya: "Tuhan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?" (QS Maryam 19: 65)


Keempat, sabar dalam pergaulan
Dalam pergaulan sesama manusia baik antara suami istri, antara orang tua dengan anak, antara tetangga dengan tetangga, antara guru dan murid, atau dalam masyarakat yang lebih luas, akan ditemui hal-hal yang tidak menyenangkan atau menyinggung perasaan. Oleh sebab itu dalam pergaulan sehari-hari diperlukan kesabaran, sehingga tidak cepat marah, atau memutuskan hubungan apabila menemui hal-hal yang tidak disukai. Karena boleh jadi yang dibenci itu ternyata mendatangkan banyak kebaikan.


… وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا 


Artinya: "...Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisa'/4:19)


Secara psikologis, tingkatan orang sabar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Pertama; orang yang sanggup meninggalkan dorongan syahwat. Mereka termasuk kategori orang-orang yang bertaubat (at-taibin). Kedua; orang yang ridha (senang/puas) menerima apa pun yang ia terima dari Tuhan, mereka termasuk kategori zahid. Ketiga; orang yang mencintai apa pun yang diperbuat Tuhan untuk dirinya, mereka termasuk kategori shidddiqin.


Semoga kita bisa menjalani dan mengaktualisasikan nilai sabar pada saatnya sehingga masuk dalam kelompok orang-orang yang sabar. Amin.


KH Ahmad Misbah, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Tangerang Selatan

Editor: M. Izzul Mutho


Editor:

Ramadhan Terbaru